Gerakan Karismatik
Pandangan J.L.Ch Abineno
Dan Tanggapan Pribadi/
Oleh Ampu Supriadi Hutasoit
I.
Latar
Belakang Masalah
Gereja-gereja arus utama didesak untuk cepat-cepat
meningkatkan persekutuan dan kerjasama. Belakangan ini di banyak jemaat dari
Gereja-gereja timbul suatu gerakan baru yang oleh banyak orang disebut “Gerakan
Kharismatik”. Gerakan ini menampakkan diri dalam munculnya kelompok-kelompok
anggota jemaat yang dalam cara pengakuan imannya berbeda dengan kebiasaan umum
dalam jemaat. Karena mempunyai cara-cara pengakuan iman yang berbeda ini, maka
di kalangan sementara warga pemimpin jemaat-jemaat kita timbul rasa syak terkelompok-kelompok
itu. Bahkan ada pula yang langsung mengambil sikap menentang dengan keras, yang
mengangkap gerakan baru itu sebagai penyelewengan serta merusak persekutuan
yang justru waktu itu sangat diperlukan.
Dan harus diingat bahwa orang-orang yang ikut dalam
gerakan itu adalah warga dari jemaat-jemaat gereja arus utama. Sehingga
sebagian dari mereka tetap menjalankan kewajiban-kewajiban terhadap persekutuan
jemaat seperti mendoakan warga lain dan turut memikul biaya-biaya yang
diperlukan bagi pelayanan jemaat. Oleh sebab itu terhadap pengikut baru itu,
jemaat-jemaat perlu mengambil sikap yang bijaksana dan penuh tanggungjawab, di
mana perlu juga sikap kesediaan untuk melihat diri sendiri secara kritis.
Sehingga untuk membantu jemaat-jemaat kita mengembangkan sikap yang bijaksana
dan penuh tanggungjawab maka Departemen keesaan dan Kesaksian PGI menyajikan “Gerakan Pentakosta dan Pentakosta
Baru oleh DR.J.L.Ch Abineno yang mengenai sejarah yang melatar belakangi dan
isis dari gerakan baru itu. Dan juga mengenai hal-hal yang meragukan dan
sumbangan-sumbangan beliau.
Sebenarnya ketika berbicara “Karismatik” sudah
muncul masalah-malasah dalam bagian-bagian pembahasan ini. Dari mulai munculnya
gerakan Karismatik itu sudah menjadi bagian masalah dalam gereja-gereja arus utama
termasuk GKR, dan Protestan. Namun apa yang perlu harus diketahui adalah
sebenarnya bagaimanakah pandangan J.L Ch Abineno tentang Gerakan Karismatik.
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah gagasan-gagasannya dan
pendapatnya bahkan sejauh manakah ia mengktitisi kemudian apa sumbangih
pemikirannya.
Untuk lebih jelasnya maka pada kesempatan kali kita
akan membahas Gerakan Karismatik Pandangan J.L. Ch Abineno. Kiranya seminar ini
akan menambah wawasan semakin berteologi kita.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian “Karismatik”
Secara Umum
Karismatik berasal dari kata Yunani (Charism) artinya Anugerah. Anugerah Roh
Kudus, lebih daripada yang dibutuhkan untuk keselamatan. Untuk kepentingan
gereja dan dunia, anugerah-anugerah itu diberikan kepada orang-orang tertentu
atau kelompok-kelompok (1 Kor 12) dan
selalu dijiwai dengan kasih ( 1 Kor 13:1). Dalam rangka ini sering kali dipakai
istilah “pengetahuan yang dianugerahkan”.[1]
Karismatik menghidupkan kembali semangat asli, yang mula-mula terdapat dalam
Jemaat Kristen wasuli. Golongan Karismatik menitikberatkan soal bernubuat,
berbahasa roh, penyembuhan orang sakit, dan sebagainya. Ekstase dan kegembiraan
menjadi ciri-ciri mereka.[2]
Gerakan karismatik sering juga disebut pembaharuan karismatik dikenal juga dengan
nama Pentakosta Baru. Karena itu
sering kali gerkan ini diidentikkan dan dicampuradukkan dengan gerakan
/aliran/gereja pentakosta yang muncul sejak awal. Pengalaman rohani tertentu
yang dianggap sebagai ciri utama yakni baptisan roh dan penyembuhan ilahi dan
juga menjadi ciri utama gerakan karismatik. Meskipun dalam perkembangan
selanjutnya gerakan ini dan pentakostal mempunyai sedikit perbedaan dalam
penampilan dan cara kegiatan.[3] Jadi
gerakan ini sebenarnya tidak muncul dari lingkungan gereja-gereja Pentakostal,
melainkan di lingkungan gereja-gereja “arus utama” (GKR Roma, Lutheran,
Methodis, Presbyterian, Episkopal). Namun dalam ajarannnya sangat mencerminkan
pentakostalisme.[4]
2.2.Biografi/Riwayat Hidup
J.L.Abineno
Johannes Ludwig Chrisostomus Abineno (1917-1995), lahir di Baun (Timor) tahun 1917, tahun
1939-1948, pendidikan Teologi di STTh, 1949-1960 menjadi pendeta di Timor dan
tahun 1956-1960 menjadi Ketua GMIT. Pada tahun 1960 menjadi guru besar di STT
Jakarta. dan wafat pada tahun 1995. Kemudian tahun 1960-1980 menjadi Ketua Umum
DGI, dan aktif dalam lingkungan DGD dan WARC.[5]
Abineno adalah seorang Pendeta dari Gereja Masehi Injili di Timor. Latar
belakang Abineno adalah Kalvinis. Abineno mendapatkan gelar
doktoralnya tahun 1956 di Rijksuniversiteit di Utrect, Belanda. Disertasinya
yang berjudul Liturgische vormen en patronen in de Evangelische Kerk op
Timor ditulis pada tahun 1956. Di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, Abineno
mengajar dibidang Teologi Praktika. Beliau pernah menjadi Ketua Umum
Persekutuan Gereja di Indonesia pada tahun 1964-1980. Dia menulis banyak buku di bidang teologi,
khususnya di bidang Praktika. Abineno juga merupakan salah satu pendiri Yayasan
Musik Gerejawi Indonesia (Yamuger) bersama-sama sejumlah tokoh musik gereja,
termasuk DR. Alfred Simanjuntak, pada tahun 1967 di Jakarta.[6]
2.3.Sejarah Munculnya
Gerakan Karismatik
Gerakan Karismatik dimulai di Gereja-gereja
Protestan di Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Sekelompok mahasiswa dan staf
pengajar dari Universitas Duquesne Amerika Serikat membawa gerakan ini ke dalam
Umat Katolik (1966/1967). Pada tahun 1971 diadakan Konferensi Uskup-uskup
Amerika Serikat mengangkat seorang penasehat untuk mendampingi gerakan pembaharuan
karismatik. Pada tahun 1973 Paulus VI menerima pemuka-pemuka karismatik yang
mengadakan konferensi di Roma. Yohanes-Paulus II mendukung perubahan ini
(1980). Adapun pokok-pokok gerakan Karismatik Internasional ialah[7]
1. Kristus
mengutus Roh Kudus yang akibat-akibat kedatanganNya dapat dibaca dalam Kisah
para Rasul.
2. Dalam
Surat Roma, surat Paulus menjelaskan Anugerah (dalam Yunani Charisma) yang diberikan Roh Kudus,
anugerah-anugerah ini dialami umat-umat Gereja Purba secara berlimpah-limpah.
Mereka sangat percaya bahwa orang sekarang pun bisa mengalami
berkat”pembaptisan roh”.
3. Orang
beriman harus membuka diri kepada Roh Kudus, banyak berdoa sendiri dan
bersama-sama, serta berbagi pengalaman rohani (kesaksian).
Dalam Buku Penjelasan Lengkap Iman Kristen disebutkan
bahwa tentang waktu lahirnya gerakan Karismatik sulit diterangkan dengan pasti.
Bagi Dr. J.L.Ch Abineno, bahwa Gerakan Karismatik itu mempunyai akar sejarah
yang sama dengan aliran Pentakostalisme. Menurut Abineno bahwa mengetahui
sejarah Karismatik kita uraikan dahulu konteks hidup beragama dan berteologi di
Barat yang memicu munculnya berbagai gerakan pembaharuan gereja hingga ke
aliran Karismatik, sebagai berikut: Mulai tahun 1350 hingga 1550 Gereja Kristen
menghadapi zaman baru yang disebut ‘renaisance” yakni kemajuan yang pesat
segala bentuk ilmu pengetahuan, budaya, seni, dan filsafat. Zaman renaissance
membawa perkembangan dalam segala aspek hidup manusia. Renaissance mengiring
manusia kepada Humanisme bertaraf tinggi dengan mengagumkan otonomisasi
kemanusiaan, hingga tiba pada berbagai revolusi di bidang teknologi dan
industri modern. Masa cemerlangnya kemanusiaan itulah yang disebut dengan “abad
pencerahan”. Masa pencerahan yang berpuncak pada abad 16 hingga abad 19
menimbulkan pengaruh besar dalam cara berpikir manusia sekaligus memaklumkan
bahwa manusia sendirilah pusat dan kaidah segala sesuatu, bukan lagi gereja atau
pengajaran Alkitab sebagaimana selama ini. manusia berdiri sendiri, ia tak usah
takluk pada barang sesuatu apapun, termasuk pada Allah dan mulailah secara
drastic melepaskan diri dari kuasa Firman Allah. Ilmu pengetahuan dan
kebudayaanlah kini dianggap mampu “menyelamatkan” manusia. Dengan demikian juga
segala jenis ilmu pengetahuan segera melepaskan dan memisahkan diri dari
ajaran-ajaran dan anggapan-anggapan gereja Kristen. apalagi ilmu alam yang
didasarkan pada ilmu pasti, mulai menyimpang dari kaidah-kaidah hukum gereja
yang sampai pada masa kitu diajarkan dan dipercayai sekalu kebenaran mutlak.
Apakah kita ingat pada tahun 1543 Copernicus mengajarkan bahwa bukan bumi
melainkan mataharilah menjadi pusat semesta alam. [8]
Akibat penemuan yang revolusioner itu manusia mulai
menghina dan merendahkan kuasa gereja. Gereja dan ajarannya dianggap kolot,
using dan tidak pantas lagi dipercayai. Mereka memindahkan kepercayaannya
kepada hasil pengetahuan dan teknologi, yang dianggap barang ajaib yang
dianggap dapat merubah segala sesuatunya baik peradaban, budaya, serta
kepribadian manusia. Hanya perkara-perkara yang diterima akal budi saja yang
diterima kebenaran, dan wajib dipercayai dan dijunjung. Manusia menjadi “tuhan”
yang menentukan diri dan masa depannya. Bagi mereka berlaku prinsip: ada
jawaban dari segala sesuatunya tanpa Tuhan. Sementara gereja masih dilemahkan
oleh terjadinya perang-perang agama dan perselisihan paham. Banyak anggota
jemaat yang telah jemu dan bosan mengikuti pertikaian dan beralih kepada
hal-hal yang “mengasikkan dirinya”. Makin lama iman jemaat makin kendor, mundur
dan gersang.[9]
Pada pihak lain ternyata bahwa banyak orang yang
masih setia kepada Tuhan, dan menghendaki kepuasan rohani (iman). Mereka inilah
kemudian hari menjadi yang mensponsori timbulnya gerakan-gerakan baru di
tengah-tengah kehidupan bergereja sehingha timbul aliran: “Puritanisme,
Pietisme, Methodisme, Revivalisme, dan Gerakan Pentakostalisme. Namun demikian,
tanpa menyangkal besarnya pengaruh dan peranan gerakan-gerakan baru ke dalam
kehidupan gerejawi ini disebutkan bahwa mereka ini pun tidak mampu menghempang
keterpurukan iman di kalangan jemaat-jemaat modern. Mereka sangat ditantang
oleh kelompok-kelompok Humanisme yang mempertahankan otonomi ratio untuk segala
bidang. Hanya dalam tempo 3 abad saja manusia telah tiba pada masa “pendewaan”
yang luar biasa terhadap ratio, akal budi, pikiran, ilmu, pengetahuan,
teknologi, dan industri. Dalam keadaan yang demikian, iman, wibawa gereja dan Firman
Tuhan benar benar dihiraukan sama sekali. Dan bukan hanya itu saja, yang paling
buruk adalah bahwa kebenaran Alkitab diragukan dan digugat: Fiman Tuhan
dipertanyakan sebagai wahyu Allah, Yesus Kristus disangkal sebagai Allah yang
turun dari sorga, Yesu Kristus hanya dipandang sebagai guru moral yang bijak
dan patut ditiru. Kemajuan dalam segala bidang ini semakin dipertajam dan
diperbutuk lagi setelah terjadi Perang Dunia I dan II hingga akhir abad ke-20
sampai awal Mellenium III di mana kita sekarang hidup.[10]
Berangkat dari latar belakang yang demikian mulailah
para ahli teologi ‘meninjau’ pengajaran teologia gereja ketika itu. Mereka
mencari solusi untuk mencari penafsiran yang masuk akal muncullah ahli-ahli
teologia yang oleh para penentangnya di namai “Theolog Liberal” seperti Rodolf Bultmann (1884-1966), Paul Tillich
(1886-1965), Albrecht Ritchel (1822-1889) dan lain-lain. Rudolf Bultmann
mengembangkan program “Demitologisasi” serta interpretasi eksistensial. Paul
Tillich menggunakan pendekatan sejarah terhadap Alkitab. Para teolog liberal
ini mengkawatirkan bahwa pengikut Humanisme dan Rationalisme akan menuduh
Alkitab adalah dongeng belaka. Untuk itulsh para teolog liberal mencari jalan
pintas metode-metode baru untuk menjelaskan
Alkitab dalam konteks modern. Perubahan penafsiran ini sangat kurang
mendapat perhatian dari berbagai kelompok Kristen. Bagi mereka penafsiran yang
menggunakan cara-cara modern seperti Historis Kristis sangat menghina
kewibawaan Alkitab. Berbagai reaksi muncul, terutama dari kelompok-kelompok
Fundamentalis di Amerika. Para fundamnetalis ini lebih banyak dimotori oleh
kalangan Pentakostan yang sudah mulai muncul pada tahun 1901.[11]
Konteks perkembangan teologia barat itulah yang
memicu lahirnya berbagai-bagai gerakan baru yang berusaha mengangkat
keterpurukan wibawa Alkitab dan penyataan Alllah. Di antara gerakan-gerakan itu
muncullah gerakan pentakosta kemudian berkembang menjadi Pentakosta baru atau
yang disebut dengan “aliran Karismatik”.
Masa kelahiran gerakan pentakosta tidak dapat dipastikan dengan tepat karena
ada dua pandangan yang berbeda. Pertama, ada yang mengatakan gerakan pentakosta
lahir pada tanggal 1 Januari 1901 yaitu ketika Agnes Ozman, seorang mahasiswa
dari Sekolah Alkitab yang didirikan oleh Ch.P.Parham di Topeka, Kansas mulai
berbicara bahasa roh. Yang kedua, bahwa Gerakan Pentakosta lahir pada tanggal 9
April 1906 di Los Angeles, ketika tujuh orang dalam suatu kebaktian yang
dipimpin oleh W.J. Seymor menerima (dibaptis dengan) Roh Kudus dan mulai
berbicara bahasa roh.[12]
Namun menurut Abineno bahwa perbedaan pendapat ini
tidak begitu penting, terutama Agnes Ozman dan Seymour adalah sama-sama murid
dari Parham. Yang lebih penting adalah bahwa kejadian yang menyebabkan lahirnya
Gerakan Pentakosta yaitu pemenuhan (baptisan) dengan Roh Kudus dan penggunaan
bahasa roh.[13]
Abineno membagi masa perkembangan gerakan Pentakosta atas tiga periode sebagai
berikut;[14]
1. Periode
Pertama, mencakup antara tahun 1901 (1906) sampai dengan 1960. Waktu ini orang-orang
Pentakosta mendirikan perkumpulan-perkumpulan dan gereja-gereja.
2. Periode
kedua, mencakup antara tahun 1960 hingga 1967, inilah yang disebut msa
Pentakosta baru. Ciri-ciri dari masa ini adalah ide-ide dan praktek-praktek
gerakan Pentakosta mulai timbul dalam gereja-gereja yang ada. “peledakan bahasa
roh” merambat ke jemaat-jemaat lain seperti Episkopal, Baptis, Presbiterian,
Metodis. Disamping itu duah mulai kelompok-kelompok doa yang berusaha mencari
pengalaman Karismatik baru dan banyak mereka mengklaim bahwa mereka benar
memperoleh apa yang mereka cari. Untuk membedakan gerakan ini dengan pentakosta
lama biasanya disebut New Pentakosta” atau
pentakosta baru atau lebih dikenal dengan sebutan Kharismatik karena sangat
menekankan ‘kharisma’ sebagai tanda kepenuhan roh.
3. Periode
ketiga, mencakup waktu sejak tahun 1967 hingga sekarang. Pada masa periode ini
terjadi ekspansi kembar yaitu ke dalam gereja Katolik Roma (hal ini dibolehkan
oleh keterbukaan baru hasil konsili Vatikan II), di mana-mana dilingkungan
Katolik mulai timbul gerakan kharismatik yang diikuti oleh semua golongan;
anggota jemaat biasa, orang-orang terpelajar seperti rohaniawan. Ekspansi
gerakan pentakosta ke dalam hidup pemudi-pemudi khusunya kaum hippies. Salah
satu contoh dari ekspansi munculnya “Jesus
People Movement” yang dipimpin oleh orang berasal dari Gerakan Pentakosta.
2.4.Munculnya Gerakan
Karismatik Menurut J.L.Abineno
Menurut
Abineno, timbulnya gerakan Kharismatik ini disebabkan oleh beberapa hal antara
lain:[15]
1. Kekecewaan
yang ditimbulkan oleh kemakmuran di Negara-negara Barat (dimaksud”Negara
indusri”), karena tidak membawa kebahagiaan.
2. Penderitaan
yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan, penyakit, keterbelakangan,
ketidaksetiaan, ketiadaan kepastian hukum dan lain lain di Negara yang sedang
berkembang. Penderitaan ini mempunyai rupa-rupa akibat, bukan saja di bidang
sosial dan politik tetapi di juga di bidang-bidang lain.
3. Kekacauan
ilmu Teologia yang dialami sesudah perang dunia kedua di Eropah dan di Amerika
dengan “God id Dead Theology” sebagai puncak. Dan keadaan yang sama di Asia dan
di Afrika, berhubung dengan pengaruh Theologia Eropa dan Amerika dan usaha yang
belum berhasil untuk mengembangkan teologi sendiri.
4. Rupa-rupa
“penyakit’ yang disebabka oleh kedangkalan kehidupan religious, kemerosotan
moral, penyalahgunaan narkotika (morphin), pelayanan gereja yang kurang baik
(tidak teratur), ketiadaan persekutuan (koinonia), sikap acuh tak acuh dan
lain-lain. Terhadap semuanya ini baik gereja-gereja Barat maupun di timur tidak
menemukan jawabannya.
2.3.
Kelemahan-kelemahan Gerakan Karismatik
Menurut Abineno bahwa gerakan karismatik mempunyai
kekuatan dan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu kalau tidak dilihat
pada waktunya dapat menimbulkan bahaya baik bagi Gereja maupun bagi
anggota-anggotanya. Karena itu ada beberapa kelemahannya yaitu
1. Timbulnya
gerakan Karismatik ialah karena kelemahan-kelemahan tertentu yang terdapat
dalam gereja, seperti kedangkalan kehidupan religius, ketiadaan persekutuan dan
lain-lain, yang disebabkan oleh pelayanan yang tidak tepat atau tidak memadai.
Dengan perkataan lain: gerakan itu adalah suatu koreksi terhadap
kekurangan-kekurangan (kesalahan-kesalahan) tertentu dari Gereja. Kesalahannya
ialahnya bahwa kekurangan-kekurangan itu sering ia besar-besarkan dan
mengganggap dirinya sebagai satu-satunya jawaban yang benar. Dengan jalan itu
Karismatik bukan saja tidak menolong memperbaiki kekurangan-kekurangan itu
tetapi justru membuatnya menjadi lebih parah.
2. Maksud
dan tujuan Gerakan Karismatik ialah memberikan kepada anggota-anggota Jemaat
suatu penghayatan iman yang lebih intensif. Hal itu baik. Tetapi penghayatan
iman pribadi sangat ditekankan sehingga timbul individualisme dalam hidup
pengikut-pengikutnya. Usaha gerakan ini akan lebih bermanfaat kalau penghayatan
iman yang individualisme itu diganti dengan penghayatan iman bersama dan
diarahkan kepada pembangunan hidup persekutuan dalam jemaat.
3. Kebanyakan
pengikut gerakan Karismatik mempunyai kesadaran missioner yang besar. Mereka
terus menerus mengingatkan Gereja kepada tugasnya di bidang pekabaran Injil dan
Evangelisasi. Tetapi karena mereka lebih menekankan usaha-usaha rohani, maka
soal sosial politik hampir-hampir tidak mendapat perhatian. Yang paling
menyedihkan ialah di antara mereka yang mempertentangkan keduanya yang rohani
dan yang jasmani. Hal itu turut disebabkan oleh Pietisme yang tetap memainkan
peranan penting dalam Gerakan Karismatik.
4. Pengikut-pengikut
gerakan Karismatik biasanya mempersalahkan Gereja-gereja bahwa iman yan terdapat
di situ adalah iman yang terlampau bersifat dogmatis dan intelektualsitis. Itu
mungkin benar. Tetapi di kalangan gerakan Karismatik iman mungkin sebagai
reaksi terhadap iman anggota-anggota jemaat-jemaat sering berobah menjadi iman
yang emosional dan tidak kritis. Dan iman yang demikian, sadar atau tidak sadar
dapat juga menciptakan dogma atau hukum-hukum baru. Umpanya dogma yang menuntut
bahwa anggota-anggota jemaat harus mengikuti suatu pola hidup yang tertentu.
Atau dogma baru yang menuntut bahwa semua orang jemaat harus berbicara dengan
bahasa roh. Atau dogma yang mengatakan bahwa karunia-karunia yang Roh yang
benar, tanpa memperhatikan karunia-karunia lain seperti mengajar, melayani, dan
lain-lain. Dogma-dogma ini sebenarnya tidak cocok dalam kasih yang olehnya
karunia-karunia baru mendapat nilai yang sebenarnya (1 Kor.13). Abineno kuatir
bahwa gerakan Karismatik tanpa sadar mempin dirinya ke suatu jalan yang
berbahaya, terlampau mempercayai inspirasi dan pengalaman-pengalaman sendiri
tanpa kritik.
5. Suatu
pengalaman baru, yang tidak diharapkan dapat segera menyebabkan bahwa orang
mengnggapnya sebagai iman yang sesungguhnya. Hal ini jelas dilihat bahwa
gerakan Karismatik pengalaman yang lama dari pengikut-pengikutnya pada
waktu-waktu yang lalu dan dengan pengalaman gerejani mereka di masa silam,
mereka hayati sebagai sesuatu yang tidak banyak gunanya. Sikap itu mengandung
bahaya. Sebab jika tidak dicernihkan pengalaman masa silam maka pengalaman
emosional akan memimpin kita kepada jalan buntu atau kepada usaha untuk
terus-menerus memperoleh pengalaman baru. Inilah yang disebut kesombongan
rohani. Dan kesombongan rohani sangatlah berbahaya. Karena negativitas terhadap
pengalaman iman di masa silam adalah juga negativitas terhadap kawan-kawan
seiman.
6. Salah
satu yang ditonjolkan oleh pengikut-pengikut Karismatik adalah pengalaman Roh
yang mereka peroleh. Sayang sekali bahwa pengalaman ajaran tentang Roh tidak
mereka kembangkan sesuai dengan pengalaman mereka. Yang mengherankan ialah
bahwa mereka rupanya tidak mau belajar dari karya-karya teologia yang kita
miliki pada waktu ini pada tidak sedikit banyak penulis-penulis mengungkapkan
pikirann dan pengalaman mereka dari pada oran-orang mereka sendiri. Mereka pada
umumnya memutlakkan pneumatologi dalam
Kisah pararasul dan memproklamasikannya sebagai pneumatologi Perjanjian Baru.
7. Adanya
sikap yang salah yaitu sikap mempertentangkan “yang baru” dan “yang lama”
perasaan dengan akal, pengalaman dengan pemikiran, yang rohani dengan jasmani,
yang actual dengan historis, pengalaman yang sadar dengan karya tersembunyi
dari Roh, yang batiniah dengan yang lahiriah, kesalehan dengan aksi dan
lain-lain.
8. Kritik
yang berasal dari pemimpin Pentakosta (karismatik) kepada karismatik sendiri
yaitu oleh Donald Gee(1891-1966). Pada tahun 1922 ia menulis kepada
kawan-kawannya dari Gerakan karismati: “banyak dari saudara--saudara adalah
teolog-teolog yang terdidik dengan latar belakang akademis yang baik. Saya
harap, mudah mudahan saudara-saudara susudah menikmati karunia Roh, tidak menjadi
fanatik dalam penolakan suadara-saudara terhadap suatu ilmu yang mengetahui
batas-batasnya. Mudah-mudahan roh akan menerangi saudara. namun, sayang sekali
bahwa kritik yang baik itu tidak mendapat perhatian dari pengikut-pengikut
Karismatik.
Sedangkan
menurut Grant Swank membuat lima kelemahan Gerakan baru ini yaitu:[16]
1. Pendapat
yang umum bahwa kaum “Karismatik” mempunyai perasaan kesombongan kerohanian.
2. Mereka
dapat menjadi tidak peka terhadap disiplin Kristen.
3. Mereka
menjadi tidak dapat diajar.
4. Mereka
mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari gereja kalau hal-hal yang
terjadi tidak sesuai dengan cara mereka.
5. Mereka
tidak mempunyai masalah dengan “perpindahan gereja” sebagaimana mereka pada
umumnya kurang setia terhadap satu jemaat tertentu sehingga tidak ada
kejelasan.
2.5.Sumbangan Abineno
Gerakan Karismatik
Dalam uraian di atas maka Abineno dapat memberikan
sumbangan kepada Gereja dan pelayanannya.
1. Salah
satu pokok yang paling dalam, dalam ajaran Gerakan Karismatik ialah Roh Kudus;
bukan hakekatNya (apa itu Roh Kudus) tetapi terutama pekerjaan-Nya dalam hati
dan hidup orang-orang percaya dan karunia-karunia yang Ia berikan kepada
mereka. Sesuai dengan itu maka pengalaman orang percaya mendapat tempat sentral
dalam ajaran itu. Karena Gerakan Karismatik menemukan bahwa dalam Kitab Suci
pengalaman lebih dahulu berlansung, baru kemudian disusul oleh refleksi dan
interpretasi. Karena itu Ia berkeberatan sama teologia kita. (teologi Gereja)
yang lebih mementingkan refleksi dan interpretasi dari pada pengalaman. Keberatan
itu perlu diperhatikan karena Karismatik dapat memberikan sumbangan yang
penting bagi Teologi kita dan cara berteologi. Tetapi harus meminta kepada
gerakan karismatik supaya pengalaman benar-benar diikuti oleh refleksi dan
interpretasi. Itu berarti bahwa Karismatik harus berani berteologia. Tanpa
teologia Karismatik tidak dapat memberikan sumbangannya sesuai dengan yang kita
harapkan.
2. Yang
harus diperhatikan dalam teologia ini ialah sesuai dengan pendapat kita,
menghubungkan realitas Roh Kudus yang dialami dengan keseluruhan refleksi iman
dari gereja. Itu berarti seluruh teologia Gereja harus diolah kembali.
Keuntungannya ialah bahwa dapat menemukan harta-harta terpendam, yang masih
terdapat dalam tradisi Gereja yang panjang. Karena itu Gerakan Karismatik
mempunyai tugas untuk terus-menerus mengaitkan usahanya pada tradisi teologia
dan liturgis dari gereja-gereja itu. Penemuan kembali dari Roh Kudus dari
pekerjaan-Nya dalam gereja tidak berarti penolakan tradisi-tradisi tetapi
pengolahan secara kritis dari masa silam. Sehingga sebagai gerakan harus
memperbaiki kekurangan-kekurangan tertentu dari Gereja. Gerakan Karismatik
membutuhkan tradisi yang berabad-abad lamanya dari Gereja. Sebab hanya
bantuannya dapat menjelaskan keselurahan berita keselamatan dengan baik.
3. Pengolahan
teologi harus bersifat ilmiah. Karena itu Gerakan Karismatik tidak boleh
anti-ilmiah. Itu berarti bahwa teologia harus diusahakan Karismatik harus
merupakan imitasi dari teologia Barat (di Eropa dan di Amerika). Artinya
teologia yang bukan saja isinya tetapi juga bentuknya sama dengan teologia
barat, rasionalistis, abstrak. Namun walaupun cara itu tidak berhasil saat ini.
Gerakan Karismatik harus mencari jalan lain di mana mengusahakan suatu cara dan
bahasa teologi yang lebih sesuai dengan pengalam-pengalaman pengikutnya.
4. Ajaran
gerakan Karismatik, penghatan iman mendapat tempat sentral. Sayangnya ialah
gerakan ini tidak tahu bagaimana penghayatan itu harus diungkapkan. Gerakan
karismatik berusaha melakukannya secara Barat artinya memakai alat-alat yang
berasal dari kebudayaan barat. Usaha itu tidak berhasil. Karena bukan semua
penghayatan iman dapat diungkapkan dengan baik dan jelas dengan perkataan
apalagi dalam suatu uraian ilmiah. Ada penghayatan iman yang mungkin lebih baik
dapat diungkapkan dalam bentuk nyanyian atau tarian atau lukisan atau cerita
dalan lain-lain. Sama seperti dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa
mengungkapkan hal-hal yang besar, mulia, dan agung para nabi dan pararasul
tidak memakai bahasa ilmiah dengan istilah yang abstrak tetapi kiasan,
perumpamaan untuk menyatakan puji-pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan mereka
tetapi tidak memakai rumusan teologia yang sulit tetapi nyanyian, mazmur, dan
lain-lain.
2.6.Tokoh-tokoh Karismatik
Du Pleasis lahir 1905 di Afrika Selatan di
lingkungan kaum Hugenot (protestan) Perancis; mengalami pertobatan versi Injili
tahun 1916 dan baptisan Roh tahun 1918 di salah satu gereja Pentakostal di
Afrika Selatan, sementara ia dan orang tuanya masih merupakan anggota gereja
Reformed Belanda di sana. Hal itu membuat mereka dikeluarkan dari gereja itu
itu, karena paham dan gereja Pentakostal dinilai gereja itu bersifat sektarian
dan sesat. Selanjutnya Du Pleasis menjadi Pendeta gereja Pentakotal, bahkan menjadi
salah satu seorang pemimpin tertingginya kendati tanpa pendidikan teologi
formal. Du Pleasis sering dijuluki Mr. Pantecost, dikenang dan dihormati
sebagai tokoh karismatik yang giat di lingkungan gerakan dan organisasi
oikumenis sedunia. Kendati ia tetap memahami diri sebagai seorang Pentakostal
klasik. Ia berhasil membawa aliran atau gereja-gerja itu keluar dari
lingkungannya ekslusif serta membuat mereka mendapat pengakuan dan penghargaan
di kalangan gereja-gereja arus utama bahkan ia berjasa membuat aliran
pentakostal menjadi kekuatan ketiga di lingkungann gereja setelah GKR dan
Prostestan.
Setelah PD II sejak 1947 di Zurich, Swiss
diselenggarakan serangkaian Konferensi Pentakostal se-Dunia dan ia dinobatkan
salah satu pemimpin utama konferensi itu. Sementara sejak 1949 ia menetap di AS
dan menjadi pendeta gereja the Assemblies
of God dan mengikuti kegiatan FGBMFI. Pengalaman di keluarkan dalam gereja
belanda membuat sakit hati dan kepahitan yang mendalam pada dirinya. Namun
secara berangsur Du Pleasis berhasil menumbuhkan persahabatan dengan kalangan
gerakan oikumenis yang diprakarsai gereja-gereja arus utama. Pada tahun 1951ia
bersaksi kepada Tuhan untuk menghadirkan kesaksian ajarannya kepada para
pemimpin WCC/DGD. Dan kesempatan-kesempatan seperti itulah ia memperkenalkan
gerekan karismatik atau pentakostalnya. Ia menghadiri Konsili Vatikan II
sebagai peninjau lalu menjadi wakil ketua “sekretaris memajukan kesatuan
Kristiani” yang merupakan forum dialog antara GKR dengan kalangan
Pentakostal/Karismatik. Walaupun ada yang tidak suka dengan kepemimpinannya
namun masih ada yang mengakui kepemimpinannya. Dengan itu ia lebih bebas
mengembangkan kegiatannya termasuk di kalangan Karismatik yang semakin marak
sejak 1960-an.
Angnes Sanford adalah anggota gereja Episkopal dan
ordo Santo Lukas yakni terikat yang bersifat inter-deminasioanl (tetapi
sebagian besar anggotanya yang berasal dari gereja Episkopal), yang berupaya
memajukan pemulihan “praktik penyembuhan rasuli sebagaimana diajarkan dan
diperagakan Yesus Kristus”. selama bertahun-tahun Sanford giat melaksanakan
pelayanan penyembuhan dan pada tahun 1953 ia mendapat Baptisan Roh dan karunia
berbahasa lidah. Sejak waktu itu pun ia berbicara tentang Baptisan Roh dan
kepada setiap orang yang ia layani, sambil menyelenggarakan serangkaian
konferensi yang bertema “kuasa Roh Kudus bekerja di dalam diri banyak orang
untuk member kesembuhan atas penyakit fisik, mental, dan sosial.
3.
Larry
Christenson[19]
Christenson sebelumnya telah aktif di dalam Ordo
Santo Lukas yang sudah disebut di atas dan mengalami Baptisan Roh setelah
melakukan kontak dengan kalangan Pentakostal. Pengalaman Karismanya diperoleh
secara teologis menjadi sangat penting dan bermakna karena sebagai salah
seorang tokoh gereja Lutheran ia menghubungkan pengalaman ini dengan tradisi
dan ajaran Lutheran. Tulisannya sehubungan dengan pengalamannya menumbuhkan minat dan memberi pengaruh yang
besar pada gereja-gereja Lutheran di Jerman. Bahkan ia diundang ke Jerman untuk
berbicara tentang hal itu. Pada kesempatan itu Christenson menegaskan bahwa
gerakan Karismatik tidak sama dengan kaum fanatik di Jerman abad ke-16 yang
dikecam Luther. Kehadiran Christenson digabung dengan benih karismatik yang
sudah ada sebelumnya membuat gerakan Karismatik cepat marak di gereja Lutheran
di Jerman, terutama di Jerman Timur. Tetapi ada hal yang berbeda dalam
Christenson bahwa ia mengatakan kaum Karismatik bersama seluruh gereja juga
harus terjun dalam pelayanan dan perbaikan masyarakat dengan meladani Kristus
yang menampilkan diri sebagai hamba karena perbaikan masyarakat tidak bisa
berlangsung hanya dengan mengandalkan pembaharuan dalam diri pribadi.
2.7.Perkembangan Gerakan
Karismatik Di Indonesia
Gerakan Karismatik di Indonesia dimulai pada tahun
1976 dengan diadakannya seminar di Jakarta yang diberikan oleh dua imam Jesuit
yaitu P.O’Brien dan P.H. Schneider atas undangan Uskup Agung Jakarta.
Sebelumnya sudah terdapat persekutuan-persekutuan doa karismatik yang adalah
berpusat pada beberapa bekas suster biara Karmel dari lembang. Kegiatan yang
bercorak fundamentalis dan agak di luar Umat Katolik terdapat juga keuskupan
Bogor dan Malang. Pada tahun 1977 diadakan seminar pertama di Gedung Sosial,
Jakarta dengan tema pokok: “hidup baru dalam roh”. Berkat seminar ini, gerakan
karismatik menyebar ke beberapa paroki di Jakarta dan keuskupan-keuskupan
lainnya. Pada tahun 1983 MAWI mengeluarkan “pedoman pastoral para Uskup
Indonesia mengenai pembaharuan karismatik” supaya gerakan itu berkembang lancar
dan berjalan terus. Di tahun-tahun berikutnya kelompok-kelompok persekutuan doa
bertumbuh di mana-mana terutama di kota-kota besar di Indonesia.[20]
Masuknya aliran pentakosta Baru atau Karismatik di
Indonesia tidak jelas diketahui. Mungkin kira-kira sesudah tahun 1960-an di mana
semangat pembaharuan kerohanian dalam bentuk penhayatan baru dari peristiwa
Pentakosta dan praktek-pratek karunia rohani (seperti, penyembuhan ilahi,
peletakan atau penumpangan tangan, bahasa roh atau glosolalia, nubuat, dan
semangat revivalisme lainnya) mulai digemari orang-orang Kristen di Indonesia.
sama seperti di Amerika Serikat. Sebenarnya aliran Karismatik di Indonesia pada
mulanya lahir di dalam gereja-gereja resmi: anggota jemaat menerima sentuhan
dan jamahan Karismatik dari Pentakosta mulai membawa pengaruh kepada anggota
jeaat lain. Demikianlah seterusnya sehingga terjadilah kelompok-kelompok kecil
yang sering disebut “kelompok Doa”. Kelompok doa pun semakin digemari orang
sehingga dengan cepat kelompok-kelompok doa ini tersebar kemana mana di seluruh
pelosok tanah air.[21]
Sedang menurut pendapat Z.J. Ngelow bahwa gerakan
Karismatik mulai masuk ke Indonesia juga sama dengan pendapat buku Pasaribu
tahun 1960-an melalui penginjil-penginjil dari Amerika Serikat dan Eropa tetapi
pengaruhnya baru menonjol pada dasawarsa berikutnya. Latarbelakangnya adalah
kurang tanggap terhadap kebutuhan rohani warga jemaat. Apabila lagi pada
dasawarsa pertama setelah G30S/PKI (1965) di tandai dengan pembangunan nasional
oleh pemerintah orde baru yang member tekanan pada pembangunan ekonomi.
Pembangunan menimbulkan suatu ketegangan tersembunyi antar agama-agama baik
Islam dan Kristen sehingga ada kebingungan dan kekosongan rohani. Orang mencari
kepastian dan pegangan hidup tetapi pelayanan gereja berlangsung secara statis
seperti sediakal; kurang pengembalaan dan khotbah-khotbah hambar tidak
menyentuh hati. Dan faktor-faktor kegagalan gereja lainnya adalah kurang jumlah
tenaga-tenaga kerja pelayan gereja, kesulitan keuangan, tiadanya keterkaitan
antara pemahaman Injil dengan masalah-masalah jemaat mereka.
Setelah kedatangan Karismatik dengan tampil dalam
bentuk kelompok-kelompok doa mengisi kekosongan itu dengan memhadapkan
masalah-masalah yang dihadapi saat itu dengan menyala-nyala, tuntutan moral
yang serius, persaudaraan yang hangat dan lain-lain. banyak warga jemaat,
khususnya golongan menengah dan para pemuda mahasiswa di kota-kota besar
terjaring ke dalam kelompok itu. Kemudian juga meluas ke daerah pedalaman. Di
perkampungan jika ada warga jemaat yang tersisih dalam jemaat dan karismatik
membawanya dan mendoakannya sehingga menjadi anggota mereka.[22]
Pada mulanya kelompok-kelompok doa yang beraliran
karismatik ini hanya berupa kegiatan-kegiatan pelayanan Firman Tuhan yang
bersifat non-institusional (tidak lembaga). Kegiatan mereka antara lain:
persekutuan doa, penelaahan Alkitab (PA), kebaktian keluarga, kebaktian umum,
kebaktian kebangunan rohani (KKR), training Alkitab, training of trainers dan
lain-lain. Yang penting bagi mereka adalah Firman Tuhan dapat dinikmati secara
pribadi. Mereka tidak melihat dan membeda-bedakan organisasi gereja mana pun.
Itu sebabnya adnya nyanyian popular mereka mengatakan: “ku tak tau kau dari gereja mana, asalkan beralaskan Kristus, Engkaulah
sudara-saudariku marilah kita bekerja sama!”.
Pada perkembangan berikutnya sebahagian dari aliran
Karismatik mulai melembagakan segala kegiatan dan pelayanan mereka sementara namun
ada sebahagian yang lain masih terus tanpa melembaga, yayasan atau bentuk
organisasi lainnya. Bagi yang melembagakan kegiatannya terbentuklah
organisasi-organisasi atau yayasan-yayasan yang memilki badan hukum resmi. Mereka
mulai membuka perguruan-perguruan atau institusi pendidikan mulai dari Taman
Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Muncullah Sekolah Tinggi Alkitab, Sekolah
Tinggi Teologi, Yayasan Pekabaran Injil. Pada pihak lain banyak di antara
lembaga-lembaga penginjilan yang telah berbdan hukum atau yayasan yang
mengproklamirkan diri menjadi Gereja-gereja baru. Hal itu terjadi sebahagian
karena tuntutan jemaat yang membutuhkan naungan gereja resmi dalam gerak
operasionalnya dalam rangka pengembangan pelayanan. Beberapa diantaranya
lembaga Persekutuan Doa “I Care” di Medan dikembangkan menjadi Gereja
Kemenangan Iman Indonesia (GKII); Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia
(YPPII) batu Malang dikembangkan menjadi Gereja Pekabaran Injil Indonesia
(GPII) kemudian berganti nama menjadi Gereja Missi Injili Indonesia (GMII).
Gereja ini lahir di Kalimantan Barat dan kemudian kantor pusatnya pindah ke
Jakarta sampai sekarang.[23]
Ciri-ciri
Gerakan Karismatik[24]
1. Mengutamakan
gerakan dan karunia serta kuasa Roh Kudus
2. Bergerak
di dalam dan di luar organisasi gereja-gereja resmi
3. bersifat
pribadi-pribadi warga jemaat
4. Baptisan:
menggunakan dua jenis sekaligus: selam dan percik, gereja yang bersifat injili
menolak baptisan ulang
5. Biasanya
praktek bahasa roh yang diantara lain: meluap-luap, ekstatik dan ekstrim, nada
suara seragam dan berulang-ulang: (bla-bla-bla…dst, Sikkrarabaraba..dst),
tumbang dalam roh, muntah-muntah dalam roh, tertawa-tertawa dalam roh, menagis
dalam roh, berenang dalam roh.
6. Bentuk:
1. Persekutuan Doa dan kelompok PA (ada yang berijin dan juga tidak berijin
atau illegal).
7. Pembangunan
tempat ibadah ada yang berstatus dan lebih banyak tidak berizin atau liar.
2.8.Ciri khas Pengajaran
Gerakan Karismatik[25]
1. Sejak
dahulu sampai sekarang tujuan utama dari gerakan ini adalah protes terhadap
gereja yang memberi perhatiannya terhadap perkembangan hidup rohani warga
jemaat, bahwa mereka melihat bahwa hidup warga jemaat suam-suam kuku, kaku,
tidak bersemangat, loyo dalam menghadapi pergumulan, penyakit dan kuasa
Okultisme. Disamping tiu juga mereka mengkritik suasana ibadah yang monoton,
tidak bergairah sehingga banyak warga jemaat saat kebaktian banyak yang
mengantuk. Sehinggga untuk mengisi kekosongan dan persoalan itu alairan
Karismatik tampail meyakinkan di tengah-tengah pergumulan masyarakat.
2. Menggunakan
sistem bedah diri yang cepat. Artinya gerakan ini gencar-gencar melakukan
pembinaan-pembinaan rohani, baik terhadap anggota jemaat mereka maupun terhadap
jemaat yang berasal dari gereja-gereja lain. Sehingga mereka mengembangkan diri
dengan menggunakan sistem sel ke sel yang seterusnya sel-sel itu membedah diri
lagi lebih banyak lagi. Mula-mula kegiatan mereka dalam bentuk ibadah,
persekutuan-persekutuan kerumah-rumah dan tanpa organisasi yang resmi.
3. Mengutamakan
penghayatan firman Tuhan yang intensif secara pribadi. Mereka tidak perlu
menekankan pendidikan teologia yang formal buat para hamba-hamba Tuhan. Bahkan
mereka percaya bahwa tafsiran Firman Tuhan yang baik dan benar serta yang
diterima dan diakui adalah tafsiran yang langsung dari Roh Kudus. Sehingga Roh
Kuduslah yang akan mengajari dan memperlengkapi untuk mengkhotbahkan Firman
Tuhan.
4. Kebaktian
Kebangunan Rohani (KKR). Dalam hal ini mereka mengumpulkan massa yang
sedemikian besar yang sering dilakukan dalam gedung-gedung besar dan lapangan
luas. Selain itu dlaam kebaktiannya selalu diikuti dengan “kesaksian” dari
pengalaman pribadi sehari-hari yang luar biasa.
5. Penggunaan
Musik modern, Sound sistym. Ciri-ciri
karismatik dalam ibadah yang penting adalah alat musik yang modern,termasuk
para pemimpin biduan, song leader bersuara kuat dan merdu. Dan hampir semua
didukung oleh Sound Sistym yang cangkih dan mantap.
6. Pokok pengajaran yang menonjol adalah doa dan
kuasa doa, bahasa roh, Baptisan ulang, pertobatan pribadi, penompangan tangan
dan kuas dan pekerjaan roh kudus (otoritas roh kudus).
2.9.Sikap Gereja Terhadap
Gerakan Karismatik[26]
1. Menghargai
dan menganggapnya sebagai Partner
Tidak
boleh tidak kita seharusnya memiliki “positif-thinking” terhadap aliran
Karismatik. Karena aliran ini memberikan berbagai sumbangan berharga terhadap
perkembangan kekristenan dan Kerajaan Allah di dunia ini. Gereja Karismatis
telah membuktikan dirinya mampu membawa banyak orang kepada pertobatan,
kelahiran baru, dan pengenalan Kristus. namun hanya saja, akibatnya banyak
orang memandang aliran ini dengan “miring” atau hanya “sebelah mata”. Kalau
kita sadari sebenarnya bahwa karismatik besarnya sumbangan yang diberikan oleh
gerakan Karismatis terhadap pengembangan gereja-gereja protestan.
2. Karismatik
mampu mendobrak kelengahan dan kekurangan gereja di bidang kerohanian dan
pelayanan. Gerakan ini berhasil menembus dan meluluh-lantakkan tirai
tradisionalisme gereja yang kuat, kokoh, dan tebal.
3. Dalam
banyak hal kita akui bahwa terobosan-terobosan yang dilakukan oleh gerakan
Karismatis pantas kita “tiru” dan teladani, terutama keteguhan mereka untuk
hidup dalam doa, pertobatan pribadi, kerinduan mempelajari bahkan menguasai
Firman Tuhan, keberanian menyampaikan berita injil (baik atau tidak baik
waktunya) walaupun tidak melalui proses pendidikan teologia yang formal.
4. Karimatik
memanejemen setiap ibadah yang dilakukan: mulai persiapan, latihan bagi
hamba-hamba Tuhan yang ambil bagian dalam ibadah, termasuk penataan alat-alat
music, sound sistem, pelayan firman Tuhan dan lain-lain.
Untuk melalukan segala sesuatu itu, gereja-gereja
yang konvensional tidak boleh menutup mata terhadap kegiatan gerakan Karismatik
yang ditata dengan apik oleh “tangan-tangan” terampil. Sehingga gereja-gereja
kalau bisa dianjurkan agar mau belajar dari ketertinggalan dan mengintropeksi
diri. Mengapa gereja-gereja tidak bisa? Pada hal sumber dayanya memungkinkan.
Percayalah sebab gereja-gereja yang tetap dalam status quo dan tidak mau
memperbaiki pelayananya akan ketertiggalan jaman dan pada waktunya ketinggalan
oleh warganya sendiri. Itu sebabnya banyak di antara warga jemaat yang masih
terdaftar dalam gereja HKBP, HKI, GKPI, GBKP, GKPS, GKPA, BNKP dan sejenis
tetapi mereka beribadah setiap minggu
dalam gereja yang beraliran Karismatis. Banyak si antara anggota jemaat kita
anaknya dipabtis pada gereja pada gereja kita, minta surat keterangan gereja
dari pendeta dan juga semua administrasi termasuk di dalamnya tetapi mendapat
“nafkah rohani” dari gereja Karismatis termasuk persembahan,
sumbangan-sumbangan lainnya mereka serahkan ke kantong-kantong gerakan
Karismatis.
Oleh karena itu, gereja menyadari betul keadaan dan
ancaman berat gereja yang dihadapi. Oleh karena jangan mengeluh oleh
dobrakan-dobrakan karismatik tetapi yang perlu gereja perhatikan bahwa alangkah
ironisnya apabila satu persatu domba-domba Allah yang dipertanggungjawabkan
Allah kepada gereja arus utama meninggalkan gereja lalu memasuki aliran
Karismatik. Sehingga oleh karena kebodohan, kelemahan, ketidaksiapan gereja
memperbaharui diri sendiri. Sehingga perlu gereja-gereja mengevaluasi
gerejanya.
2.10.
Analisa
Penyeminar
Jika kita ikuti sejarah munculnya Gerakan Karismatik
bermula dari akibat kelalaian gereja-gereja dalam pelayanan. Karena gerakan ini
seharusnya menyadarkan gereja-gereja untuk lebih tanggap terhadap kebutuhan
rohani jemaat, terutama dalam mengarahkan mereka menghadapi berbagai perubahan
dalam masyarakat baik oleh pengaruh perkembangan global. Dari sejarah ini kita
belajar dan perlu mengkoreksi sejauh mana kepuasan pelayanan gereja-gereja saat
ini dan akibat kegagalan itulah berakibat munculnya gerakan-gerakan alternatif.
Sebagaimana karismatik menawarkan suatu corak keagamaan yang konservatif. Dan inilah
menjadi kritik kepada gereja-gereja saat ini. dan itula
h yang juga disampaikan
J.L Abineno di mana gereja juga perlu mengoreksi apa yang kurang dan apa yang
harus diperbaiki.
Tetapi ajaran-ajaran gerakan Karismatik mengenai
Roh, bahasa lidah sebagai alat komunikasi sempurna dengan Allah, pemakaian
Alkitab tanpa doktrin atau teologi, penyembuhan ilahi dan sebagainya, tidak
membuka presfektif baru bagi fungsi gereja dalam masyarakat tetapi semakin
mempersulit gereja tanpa menempuh jalan yang baik. Gerakan ini semakin membawa
manusia ke dalam suatu keberagaman “vertical” saja dengan ritual-ritual agama.
Padahal manusia menghadapi masalah-masalah sosial yang memerlukan perhatian
bukan hanya baptisan Roh dan bahasa Lidah, melainkan pelayanan Kasih. Pada gerakan
Karismatik lebih kepada membangun rohani dan penyembuhan ilahi tetapi apa yang
dilihat disampingnya belum tentu tidak mempunyai permasalahan sosial
(kemiskinan, pengangguran, penindasan dan lain-lain) sehingga mereka memerlukan
terapi sosial yang tidak hanya dapat dilakukan dengan doa yang berapi-api.
Penyeminar melihat, Abineno juga mengarahkan kita
dalam masalah itu. Terkhusus dengan konteks Indonesia dewasa ini memerlukan
gerakan-gerakan Fungsional bukan lagi jenis ritual individual melainkan lebih
kepada tekanan etik sosial sehingga gerakan Karismatik itu haruslah kontekstual
dan terbuka terhadap hubungan dialogis dengan agama-agama lain. sehingga
penyeminar melihat bahwa gerakan Karismatik tidak dapat diandalkan untuk
inklusif.
2.11.
Refleksi
Bagi Gereja Masa Kini
Dengan
munculnya “Gerakan Karismatik” menjadi refleksi bagi gereja-gereja arus utama
terkhusus gereja-gereja disekitar kita HKBP, HKI, GBKP, GKPS, GKPI, GKI Sumut
dan lain-lain. Berdasarkan sejarah perkembangannya di Indonesia bahwa gagalnya
gereja-gereja menjawab dan menyentuh jemaatnya dan pelayanan yang kurang
memberikan motivasi hidup dan sifatnya statis atau monoton. Selain itu
faktor-faktor kegagalan gereja lainnya adalah kurang jumlah
tenaga-tenaga kerja pelayan gereja, kesulitan keuangan, tiadanya keterkaitan
antara pemahaman Injil dengan masalah-masalah jemaat mereka. Apa yang juga
dikatakan Abineno bahwa kelemahan gereja terletak disitu kurang berani membuat
suatu terobosan-terobosan baru.
Jadi sangat perlu juga
gereja-gereja kita melihat keadaan itu tanpa mengubah makna ibadah itu. Tetapi
caranya mungkin lebih suasana yang lebih mendukung kebutuhan jemaat. Dan kalau
bisa gereja harus dibekali dalam pendampingan pastoral sehingga gereja bukan
hanya khotbah di altar saja melainkan ikut merasakan keadaan jemaat dan tahu
dengan perkembangan jemaatnya. Di samping itu yang perlu di lihat sebagai
perbandingan dengan Karismatik bahwa karismatik yang kurang memperhatikan
tindakn-tindakan sosial sehingga perlu gereja-gereja kita tidak ikut dalam arus
karismatik. Sehingga apa yang sudah dikembangkan gereja-gereja kita saat ini
hendaklah dikembangkan terkhusus dalam masalah-masalah krisis sosial sehingga
nyata bahwa gereja bukan sekedar lembaga tetapi melayani seperti yang diajarkan
alkitab menjadi “garam dan terang dunia”.
III.
Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Abineno mengatakan bahwa munculnya Gerakan Karismatik karena
umat gereja dilanda Sekularisasi yang telah mendepersonalisasikan manusia
(membuat manusia kehilangan kepribadian), sekaligus mengikis nilai-nilai sacral
dan keyakinan akan adanya kekuatan-kekuatan adi-kodrati (supernatural) dalam
kehidupan sehingga menggantikannya dengan nilai-nilai dan kekuatan ilmu dan
teknologi yang sangat rasional. Menurut Abineno bahwa mengetahui sejarah
Karismatik kita uraikan dahulu konteks hidup beragama dan berteologi di Barat
yang memicu munculnya Karismatik, sebagai berikut: Mulai tahun 1350 hingga 1550
Gereja Kristen menghadapi zaman baru yang disebut ‘renaisance” yakni kemajuan
yang pesat segala bentuk ilmu pengetahuan, budaya, seni, dan filsafat. Zaman
renaissance membawa perkembangan dalam segala aspek hidup manusia. Renaissance
mengiring manusia kepada Humanisme bertaraf tinggi dengan mengagumkan
otonomisasi kemanusiaan, hingga tiba pada berbagai revolusi di bidang teknologi
dan industri modern. Masa cemerlangnya kemanusiaan itulah yang disebut dengan
“abad pencerahan”. Masa pencerahan yang berpuncak pada abad 16 hingga abad 19
menimbulkan pengaruh besar dalam cara berpikir manusia sehinga menjauhkan
hal-hal yang tidak masuk akal apalagin mengenai ceita-cerita di Alkitab.
Dan banyak hal-hal yang dikritisi
Abineno mengenai Karismatik bahwa ia menyatakan bahwa sebagai gerakan
karismatik yang muncul sebagai pengoreksian gereja-gereja arus utama namun
bukan memperbaiki kelemahan itu tetapi semakin memperparah, bahwa penghatan
iman mereka yang bersifat pribadi menjadi penghatan iman bersama, dan
lain-lain. kemudian Abineno bukan hanya mengkritisi Karismatik melainkan ia
juga memberikan saran-saran dan sumbangan-sumbangan seperti Sesuai dengan itu
maka pengalaman orang percaya mendapat tempat sentral dalam ajaran itu namun
Karena Gerakan Karismatik menemukan bahwa dalam Kitab Suci pengalaman lebih
dahulu berlansung, baru kemudian disusul oleh refleksi dan interpretasi. Karena
itu Ia berkeberatan sama teologia kita. (teologi Gereja) yang lebih
mementingkan refleksi dan interpretasi dari pada pengalaman. Keberatan itu
perlu diperhatikan karena Karismatik dapat memberikan sumbangan yang penting
bagi Teologi kita dan cara berteologi. Tetapi harus meminta kepada gerakan
karismatik supaya pengalaman benar-benar diikuti oleh refleksi dan
interpretasi. Itu berarti bahwa Karismatik harus berani berteologia. Tanpa
teologia Karismatik tidak dapat memberikan sumbangannya sesuai dengan yang kita
harapkan, dan lain-lainnya.
IV.
Daftar
Pustaka
Abineno,
J.L, “Gerakan Pentakosta dan Gerakan
Pentakosta Baru-Gerakan Karismatika” dalam Gerakan
Karismatik, Apa Itu?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982
Aritonang
,Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan di
Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Berkhof,
H.& I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2010
Collins,
Gerald O’& Edward G. Farrugia, Kamus
Teologi,Yogyakarta: Kanasius, 1996
End,
Th.van den, Ragi Cerita II, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008
Gentz,
William H, The Dictionary of The Bible
and Religion, Nashville: Abingdon, 1986
Pasaribu,
Rudolf, Penjelasan Lengkap Iman Kristen, Jakarta: PT.Atalya Rileni
Sudeco, 2001
Samuel,
Wilfred J., Kristen Karismatik, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006
SJ,
A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid
I:A-G, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989
Sumber
lain:
http://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_Ludwig_Chrisostomus_Abineno,
diakses Selasa 18 Maret 2014, Pukul 08.00 Wib
[1] Gerald O’Collins
& Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta:
Kanasius, 1996), 127
[2] H.Berkhof &
I.H.Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2010), 331
[3] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar
Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 196
[4] Ibid, 181
[5] Th.van den End, Ragi Cerita II (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008 ), 493
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_Ludwig_Chrisostomus_Abineno, diakses Selasa 18
Maret 2014, Pukul 08.00 Wib
[7] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I:A-G (Jakarta:
Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989), 339
[8] Rudolf Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen (Jakarta: PT.Atalya Rileni Sudeco, 2001), 225-226
[9] Ibid, 226
[10] Ibid, 227
[11] Ibid, 228-228
[12] William H Gentz, The Dictionary of The Bible and Religion, (Nashville:
Abingdon, 1986), 190
[13] J.L Abineno, “Gerakan Pentakosta dan Gerakan
Pentakosta Baru-Gerakan Karismatika” dalam Gerakan
Karismatik, Apa Itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 279
[14] Ibid, 279-281
[15] Ibid, 290-291
[16] Wilfred J. Samuel, Kristen
Karismatik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 49
[17] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar
Gereja, 200-201
[18] Ibid, 201
[19] Ibid, 205
[21] [21] Rudolf
Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen, 234
[22]Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar
Gereja, 214
[23] Rudolf Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen¸234-236
[24] Ibid, 239
[25] Ibid, 240-242
[26] Ibid, 250-254
pembahasan yang bagus
BalasHapus