Jumat, 11 November 2016

Gerakan Karismatik dan Kritikan Abineno oleh Hutasoit Ampu, STT Abdi Sabda Medan


Gerakan Karismatik Pandangan J.L.Ch Abineno
Dan Tanggapan Pribadi/ Oleh Ampu Supriadi Hutasoit
I.                   Latar Belakang Masalah
Gereja-gereja arus utama didesak untuk cepat-cepat meningkatkan persekutuan dan kerjasama. Belakangan ini di banyak jemaat dari Gereja-gereja timbul suatu gerakan baru yang oleh banyak orang disebut “Gerakan Kharismatik”. Gerakan ini menampakkan diri dalam munculnya kelompok-kelompok anggota jemaat yang dalam cara pengakuan imannya berbeda dengan kebiasaan umum dalam jemaat. Karena mempunyai cara-cara pengakuan iman yang berbeda ini, maka di kalangan sementara warga pemimpin jemaat-jemaat kita timbul rasa syak terkelompok-kelompok itu. Bahkan ada pula yang langsung mengambil sikap menentang dengan keras, yang mengangkap gerakan baru itu sebagai penyelewengan serta merusak persekutuan yang justru waktu itu sangat diperlukan.
Dan harus diingat bahwa orang-orang yang ikut dalam gerakan itu adalah warga dari jemaat-jemaat gereja arus utama. Sehingga sebagian dari mereka tetap menjalankan kewajiban-kewajiban terhadap persekutuan jemaat seperti mendoakan warga lain dan turut memikul biaya-biaya yang diperlukan bagi pelayanan jemaat. Oleh sebab itu terhadap pengikut baru itu, jemaat-jemaat perlu mengambil sikap yang bijaksana dan penuh tanggungjawab, di mana perlu juga sikap kesediaan untuk melihat diri sendiri secara kritis. Sehingga untuk membantu jemaat-jemaat kita mengembangkan sikap yang bijaksana dan penuh tanggungjawab maka Departemen keesaan dan Kesaksian PGI  menyajikan “Gerakan Pentakosta dan Pentakosta Baru oleh DR.J.L.Ch Abineno yang mengenai sejarah yang melatar belakangi dan isis dari gerakan baru itu. Dan juga mengenai hal-hal yang meragukan dan sumbangan-sumbangan beliau.    
Sebenarnya ketika berbicara “Karismatik” sudah muncul masalah-malasah dalam bagian-bagian pembahasan ini. Dari mulai munculnya gerakan Karismatik itu sudah menjadi bagian masalah dalam gereja-gereja arus utama termasuk GKR, dan Protestan. Namun apa yang perlu harus diketahui adalah sebenarnya bagaimanakah pandangan J.L Ch Abineno tentang Gerakan Karismatik. Tentu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah gagasan-gagasannya dan pendapatnya bahkan sejauh manakah ia mengktitisi kemudian apa sumbangih pemikirannya.
Untuk lebih jelasnya maka pada kesempatan kali kita akan membahas Gerakan Karismatik Pandangan J.L. Ch Abineno. Kiranya seminar ini akan menambah wawasan semakin berteologi kita.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian “Karismatik” Secara Umum
Karismatik berasal dari kata Yunani (Charism) artinya Anugerah. Anugerah Roh Kudus, lebih daripada yang dibutuhkan untuk keselamatan. Untuk kepentingan gereja dan dunia, anugerah-anugerah itu diberikan kepada orang-orang tertentu atau kelompok-kelompok  (1 Kor 12) dan selalu dijiwai dengan kasih ( 1 Kor 13:1). Dalam rangka ini sering kali dipakai istilah “pengetahuan yang dianugerahkan”.[1] Karismatik menghidupkan kembali semangat asli, yang mula-mula terdapat dalam Jemaat Kristen wasuli. Golongan Karismatik menitikberatkan soal bernubuat, berbahasa roh, penyembuhan orang sakit, dan sebagainya. Ekstase dan kegembiraan menjadi ciri-ciri mereka.[2]
Gerakan karismatik sering juga disebut pembaharuan karismatik dikenal juga dengan nama Pentakosta Baru. Karena itu sering kali gerkan ini diidentikkan dan dicampuradukkan dengan gerakan /aliran/gereja pentakosta yang muncul sejak awal. Pengalaman rohani tertentu yang dianggap sebagai ciri utama yakni baptisan roh dan penyembuhan ilahi dan juga menjadi ciri utama gerakan karismatik. Meskipun dalam perkembangan selanjutnya gerakan ini dan pentakostal mempunyai sedikit perbedaan dalam penampilan dan cara kegiatan.[3] Jadi gerakan ini sebenarnya tidak muncul dari lingkungan gereja-gereja Pentakostal, melainkan di lingkungan gereja-gereja “arus utama” (GKR Roma, Lutheran, Methodis, Presbyterian, Episkopal). Namun dalam ajarannnya sangat mencerminkan pentakostalisme.[4]
2.2.Biografi/Riwayat Hidup J.L.Abineno
Johannes Ludwig Chrisostomus Abineno (1917-1995),  lahir di Baun (Timor) tahun 1917, tahun 1939-1948, pendidikan Teologi di STTh, 1949-1960 menjadi pendeta di Timor dan tahun 1956-1960 menjadi Ketua GMIT. Pada tahun 1960 menjadi guru besar di STT Jakarta. dan wafat pada tahun 1995. Kemudian tahun 1960-1980 menjadi Ketua Umum DGI, dan aktif dalam lingkungan DGD dan WARC.[5] Abineno adalah seorang Pendeta dari Gereja Masehi Injili di Timor. Latar belakang Abineno adalah Kalvinis. Abineno mendapatkan gelar doktoralnya tahun 1956 di Rijksuniversiteit di Utrect, Belanda. Disertasinya yang berjudul Liturgische vormen en patronen in de Evangelische Kerk op Timor ditulis pada tahun 1956. Di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, Abineno mengajar dibidang Teologi Praktika. Beliau pernah menjadi Ketua Umum Persekutuan Gereja di Indonesia pada tahun 1964-1980.  Dia menulis banyak buku di bidang teologi, khususnya di bidang Praktika. Abineno juga merupakan salah satu pendiri Yayasan Musik Gerejawi Indonesia (Yamuger) bersama-sama sejumlah tokoh musik gereja, termasuk DR. Alfred Simanjuntak, pada tahun 1967 di Jakarta.[6]
2.3.Sejarah Munculnya Gerakan Karismatik
Gerakan Karismatik dimulai di Gereja-gereja Protestan di Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Sekelompok mahasiswa dan staf pengajar dari Universitas Duquesne Amerika Serikat membawa gerakan ini ke dalam Umat Katolik (1966/1967). Pada tahun 1971 diadakan Konferensi Uskup-uskup Amerika Serikat mengangkat seorang penasehat untuk mendampingi gerakan pembaharuan karismatik. Pada tahun 1973 Paulus VI menerima pemuka-pemuka karismatik yang mengadakan konferensi di Roma. Yohanes-Paulus II mendukung perubahan ini (1980). Adapun pokok-pokok gerakan Karismatik Internasional ialah[7]
1.      Kristus mengutus Roh Kudus yang akibat-akibat kedatanganNya dapat dibaca dalam Kisah para Rasul.
2.      Dalam Surat Roma, surat Paulus menjelaskan Anugerah (dalam Yunani Charisma) yang diberikan Roh Kudus, anugerah-anugerah ini dialami umat-umat Gereja Purba secara berlimpah-limpah. Mereka sangat percaya bahwa orang sekarang pun bisa mengalami berkat”pembaptisan roh”.
3.      Orang beriman harus membuka diri kepada Roh Kudus, banyak berdoa sendiri dan bersama-sama, serta berbagi pengalaman rohani (kesaksian).
Dalam Buku  Penjelasan Lengkap Iman Kristen disebutkan bahwa tentang waktu lahirnya gerakan Karismatik sulit diterangkan dengan pasti. Bagi Dr. J.L.Ch Abineno, bahwa Gerakan Karismatik itu mempunyai akar sejarah yang sama dengan aliran Pentakostalisme. Menurut Abineno bahwa mengetahui sejarah Karismatik kita uraikan dahulu konteks hidup beragama dan berteologi di Barat yang memicu munculnya berbagai gerakan pembaharuan gereja hingga ke aliran Karismatik, sebagai berikut: Mulai tahun 1350 hingga 1550 Gereja Kristen menghadapi zaman baru yang disebut ‘renaisance” yakni kemajuan yang pesat segala bentuk ilmu pengetahuan, budaya, seni, dan filsafat. Zaman renaissance membawa perkembangan dalam segala aspek hidup manusia. Renaissance mengiring manusia kepada Humanisme bertaraf tinggi dengan mengagumkan otonomisasi kemanusiaan, hingga tiba pada berbagai revolusi di bidang teknologi dan industri modern. Masa cemerlangnya kemanusiaan itulah yang disebut dengan “abad pencerahan”. Masa pencerahan yang berpuncak pada abad 16 hingga abad 19 menimbulkan pengaruh besar dalam cara berpikir manusia sekaligus memaklumkan bahwa manusia sendirilah pusat dan kaidah segala sesuatu, bukan lagi gereja atau pengajaran Alkitab sebagaimana selama ini. manusia berdiri sendiri, ia tak usah takluk pada barang sesuatu apapun, termasuk pada Allah dan mulailah secara drastic melepaskan diri dari kuasa Firman Allah. Ilmu pengetahuan dan kebudayaanlah kini dianggap mampu “menyelamatkan” manusia. Dengan demikian juga segala jenis ilmu pengetahuan segera melepaskan dan memisahkan diri dari ajaran-ajaran dan anggapan-anggapan gereja Kristen. apalagi ilmu alam yang didasarkan pada ilmu pasti, mulai menyimpang dari kaidah-kaidah hukum gereja yang sampai pada masa kitu diajarkan dan dipercayai sekalu kebenaran mutlak. Apakah kita ingat pada tahun 1543 Copernicus mengajarkan bahwa bukan bumi melainkan mataharilah menjadi pusat semesta alam. [8]
Akibat penemuan yang revolusioner itu manusia mulai menghina dan merendahkan kuasa gereja. Gereja dan ajarannya dianggap kolot, using dan tidak pantas lagi dipercayai. Mereka memindahkan kepercayaannya kepada hasil pengetahuan dan teknologi, yang dianggap barang ajaib yang dianggap dapat merubah segala sesuatunya baik peradaban, budaya, serta kepribadian manusia. Hanya perkara-perkara yang diterima akal budi saja yang diterima kebenaran, dan wajib dipercayai dan dijunjung. Manusia menjadi “tuhan” yang menentukan diri dan masa depannya. Bagi mereka berlaku prinsip: ada jawaban dari segala sesuatunya tanpa Tuhan. Sementara gereja masih dilemahkan oleh terjadinya perang-perang agama dan perselisihan paham. Banyak anggota jemaat yang telah jemu dan bosan mengikuti pertikaian dan beralih kepada hal-hal yang “mengasikkan dirinya”. Makin lama iman jemaat makin kendor, mundur dan gersang.[9]
Pada pihak lain ternyata bahwa banyak orang yang masih setia kepada Tuhan, dan menghendaki kepuasan rohani (iman). Mereka inilah kemudian hari menjadi yang mensponsori timbulnya gerakan-gerakan baru di tengah-tengah kehidupan bergereja sehingha timbul aliran: “Puritanisme, Pietisme, Methodisme, Revivalisme, dan Gerakan Pentakostalisme. Namun demikian, tanpa menyangkal besarnya pengaruh dan peranan gerakan-gerakan baru ke dalam kehidupan gerejawi ini disebutkan bahwa mereka ini pun tidak mampu menghempang keterpurukan iman di kalangan jemaat-jemaat modern. Mereka sangat ditantang oleh kelompok-kelompok Humanisme yang mempertahankan otonomi ratio untuk segala bidang. Hanya dalam tempo 3 abad saja manusia telah tiba pada masa “pendewaan” yang luar biasa terhadap ratio, akal budi, pikiran, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan industri. Dalam keadaan yang demikian, iman, wibawa gereja dan Firman Tuhan benar benar dihiraukan sama sekali. Dan bukan hanya itu saja, yang paling buruk adalah bahwa kebenaran Alkitab diragukan dan digugat: Fiman Tuhan dipertanyakan sebagai wahyu Allah, Yesus Kristus disangkal sebagai Allah yang turun dari sorga, Yesu Kristus hanya dipandang sebagai guru moral yang bijak dan patut ditiru. Kemajuan dalam segala bidang ini semakin dipertajam dan diperbutuk lagi setelah terjadi Perang Dunia I dan II hingga akhir abad ke-20 sampai awal Mellenium III di mana kita sekarang hidup.[10]
Berangkat dari latar belakang yang demikian mulailah para ahli teologi ‘meninjau’ pengajaran teologia gereja ketika itu. Mereka mencari solusi untuk mencari penafsiran yang masuk akal muncullah ahli-ahli teologia yang oleh para penentangnya di namai “Theolog Liberal” seperti Rodolf Bultmann (1884-1966), Paul Tillich (1886-1965), Albrecht Ritchel (1822-1889) dan lain-lain. Rudolf Bultmann mengembangkan program “Demitologisasi” serta interpretasi eksistensial. Paul Tillich menggunakan pendekatan sejarah terhadap Alkitab. Para teolog liberal ini mengkawatirkan bahwa pengikut Humanisme dan Rationalisme akan menuduh Alkitab adalah dongeng belaka. Untuk itulsh para teolog liberal mencari jalan pintas metode-metode baru untuk menjelaskan  Alkitab dalam konteks modern. Perubahan penafsiran ini sangat kurang mendapat perhatian dari berbagai kelompok Kristen. Bagi mereka penafsiran yang menggunakan cara-cara modern seperti Historis Kristis sangat menghina kewibawaan Alkitab. Berbagai reaksi muncul, terutama dari kelompok-kelompok Fundamentalis di Amerika. Para fundamnetalis ini lebih banyak dimotori oleh kalangan Pentakostan yang sudah mulai muncul pada tahun 1901.[11]
Konteks perkembangan teologia barat itulah yang memicu lahirnya berbagai-bagai gerakan baru yang berusaha mengangkat keterpurukan wibawa Alkitab dan penyataan Alllah. Di antara gerakan-gerakan itu muncullah gerakan pentakosta kemudian berkembang menjadi Pentakosta baru atau yang disebut dengan “aliran Karismatik”. Masa kelahiran gerakan pentakosta tidak dapat dipastikan dengan tepat karena ada dua pandangan yang berbeda. Pertama, ada yang mengatakan gerakan pentakosta lahir pada tanggal 1 Januari 1901 yaitu ketika Agnes Ozman, seorang mahasiswa dari Sekolah Alkitab yang didirikan oleh Ch.P.Parham di Topeka, Kansas mulai berbicara bahasa roh. Yang kedua, bahwa Gerakan Pentakosta lahir pada tanggal 9 April 1906 di Los Angeles, ketika tujuh orang dalam suatu kebaktian yang dipimpin oleh W.J. Seymor menerima (dibaptis dengan) Roh Kudus dan mulai berbicara bahasa roh.[12]  
Namun menurut Abineno bahwa perbedaan pendapat ini tidak begitu penting, terutama Agnes Ozman dan Seymour adalah sama-sama murid dari Parham. Yang lebih penting adalah bahwa kejadian yang menyebabkan lahirnya Gerakan Pentakosta yaitu pemenuhan (baptisan) dengan Roh Kudus dan penggunaan bahasa roh.[13] Abineno membagi masa perkembangan gerakan Pentakosta atas tiga periode sebagai berikut;[14]
1.      Periode Pertama, mencakup antara tahun 1901 (1906) sampai dengan 1960. Waktu ini orang-orang Pentakosta mendirikan perkumpulan-perkumpulan dan gereja-gereja.
2.      Periode kedua, mencakup antara tahun 1960 hingga 1967, inilah yang disebut msa Pentakosta baru. Ciri-ciri dari masa ini adalah ide-ide dan praktek-praktek gerakan Pentakosta mulai timbul dalam gereja-gereja yang ada. “peledakan bahasa roh” merambat ke jemaat-jemaat lain seperti Episkopal, Baptis, Presbiterian, Metodis. Disamping itu duah mulai kelompok-kelompok doa yang berusaha mencari pengalaman Karismatik baru dan banyak mereka mengklaim bahwa mereka benar memperoleh apa yang mereka cari. Untuk membedakan gerakan ini dengan pentakosta lama biasanya disebut New Pentakosta” atau pentakosta baru atau lebih dikenal dengan sebutan Kharismatik karena sangat menekankan ‘kharisma’ sebagai tanda kepenuhan roh.
3.      Periode ketiga, mencakup waktu sejak tahun 1967 hingga sekarang. Pada masa periode ini terjadi ekspansi kembar yaitu ke dalam gereja Katolik Roma (hal ini dibolehkan oleh keterbukaan baru hasil konsili Vatikan II), di mana-mana dilingkungan Katolik mulai timbul gerakan kharismatik yang diikuti oleh semua golongan; anggota jemaat biasa, orang-orang terpelajar seperti rohaniawan. Ekspansi gerakan pentakosta ke dalam hidup pemudi-pemudi khusunya kaum hippies. Salah satu contoh dari ekspansi munculnya “Jesus People Movement” yang dipimpin oleh orang berasal dari Gerakan Pentakosta.
2.4.Munculnya Gerakan Karismatik Menurut J.L.Abineno
Menurut Abineno, timbulnya gerakan Kharismatik ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:[15]
1.      Kekecewaan yang ditimbulkan oleh kemakmuran di Negara-negara Barat (dimaksud”Negara indusri”), karena tidak membawa kebahagiaan.
2.      Penderitaan yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan, penyakit, keterbelakangan, ketidaksetiaan, ketiadaan kepastian hukum dan lain lain di Negara yang sedang berkembang. Penderitaan ini mempunyai rupa-rupa akibat, bukan saja di bidang sosial dan politik tetapi di juga di bidang-bidang lain.
3.      Kekacauan ilmu Teologia yang dialami sesudah perang dunia kedua di Eropah dan di Amerika dengan “God id Dead Theology” sebagai puncak. Dan keadaan yang sama di Asia dan di Afrika, berhubung dengan pengaruh Theologia Eropa dan Amerika dan usaha yang belum berhasil untuk mengembangkan teologi sendiri.
4.      Rupa-rupa “penyakit’ yang disebabka oleh kedangkalan kehidupan religious, kemerosotan moral, penyalahgunaan narkotika (morphin), pelayanan gereja yang kurang baik (tidak teratur), ketiadaan persekutuan (koinonia), sikap acuh tak acuh dan lain-lain. Terhadap semuanya ini baik gereja-gereja Barat maupun di timur tidak menemukan jawabannya.
2.3. Kelemahan-kelemahan Gerakan Karismatik
Menurut Abineno bahwa gerakan karismatik mempunyai kekuatan dan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu kalau tidak dilihat pada waktunya dapat menimbulkan bahaya baik bagi Gereja maupun bagi anggota-anggotanya. Karena itu ada beberapa kelemahannya yaitu
1.      Timbulnya gerakan Karismatik ialah karena kelemahan-kelemahan tertentu yang terdapat dalam gereja, seperti kedangkalan kehidupan religius, ketiadaan persekutuan dan lain-lain, yang disebabkan oleh pelayanan yang tidak tepat atau tidak memadai. Dengan perkataan lain: gerakan itu adalah suatu koreksi terhadap kekurangan-kekurangan (kesalahan-kesalahan) tertentu dari Gereja. Kesalahannya ialahnya bahwa kekurangan-kekurangan itu sering ia besar-besarkan dan mengganggap dirinya sebagai satu-satunya jawaban yang benar. Dengan jalan itu Karismatik bukan saja tidak menolong memperbaiki kekurangan-kekurangan itu tetapi justru membuatnya menjadi lebih parah.
2.      Maksud dan tujuan Gerakan Karismatik ialah memberikan kepada anggota-anggota Jemaat suatu penghayatan iman yang lebih intensif. Hal itu baik. Tetapi penghayatan iman pribadi sangat ditekankan sehingga timbul individualisme dalam hidup pengikut-pengikutnya. Usaha gerakan ini akan lebih bermanfaat kalau penghayatan iman yang individualisme itu diganti dengan penghayatan iman bersama dan diarahkan kepada pembangunan hidup persekutuan dalam jemaat.
3.      Kebanyakan pengikut gerakan Karismatik mempunyai kesadaran missioner yang besar. Mereka terus menerus mengingatkan Gereja kepada tugasnya di bidang pekabaran Injil dan Evangelisasi. Tetapi karena mereka lebih menekankan usaha-usaha rohani, maka soal sosial politik hampir-hampir tidak mendapat perhatian. Yang paling menyedihkan ialah di antara mereka yang mempertentangkan keduanya yang rohani dan yang jasmani. Hal itu turut disebabkan oleh Pietisme yang tetap memainkan peranan penting dalam Gerakan Karismatik.
4.      Pengikut-pengikut gerakan Karismatik biasanya mempersalahkan Gereja-gereja bahwa iman yan terdapat di situ adalah iman yang terlampau bersifat dogmatis dan intelektualsitis. Itu mungkin benar. Tetapi di kalangan gerakan Karismatik iman mungkin sebagai reaksi terhadap iman anggota-anggota jemaat-jemaat sering berobah menjadi iman yang emosional dan tidak kritis. Dan iman yang demikian, sadar atau tidak sadar dapat juga menciptakan dogma atau hukum-hukum baru. Umpanya dogma yang menuntut bahwa anggota-anggota jemaat harus mengikuti suatu pola hidup yang tertentu. Atau dogma baru yang menuntut bahwa semua orang jemaat harus berbicara dengan bahasa roh. Atau dogma yang mengatakan bahwa karunia-karunia yang Roh yang benar, tanpa memperhatikan karunia-karunia lain seperti mengajar, melayani, dan lain-lain. Dogma-dogma ini sebenarnya tidak cocok dalam kasih yang olehnya karunia-karunia baru mendapat nilai yang sebenarnya (1 Kor.13). Abineno kuatir bahwa gerakan Karismatik tanpa sadar mempin dirinya ke suatu jalan yang berbahaya, terlampau mempercayai inspirasi dan pengalaman-pengalaman sendiri tanpa kritik.
5.      Suatu pengalaman baru, yang tidak diharapkan dapat segera menyebabkan bahwa orang mengnggapnya sebagai iman yang sesungguhnya. Hal ini jelas dilihat bahwa gerakan Karismatik pengalaman yang lama dari pengikut-pengikutnya pada waktu-waktu yang lalu dan dengan pengalaman gerejani mereka di masa silam, mereka hayati sebagai sesuatu yang tidak banyak gunanya. Sikap itu mengandung bahaya. Sebab jika tidak dicernihkan pengalaman masa silam maka pengalaman emosional akan memimpin kita kepada jalan buntu atau kepada usaha untuk terus-menerus memperoleh pengalaman baru. Inilah yang disebut kesombongan rohani. Dan kesombongan rohani sangatlah berbahaya. Karena negativitas terhadap pengalaman iman di masa silam adalah juga negativitas terhadap kawan-kawan seiman.
6.      Salah satu yang ditonjolkan oleh pengikut-pengikut Karismatik adalah pengalaman Roh yang mereka peroleh. Sayang sekali bahwa pengalaman ajaran tentang Roh tidak mereka kembangkan sesuai dengan pengalaman mereka. Yang mengherankan ialah bahwa mereka rupanya tidak mau belajar dari karya-karya teologia yang kita miliki pada waktu ini pada tidak sedikit banyak penulis-penulis mengungkapkan pikirann dan pengalaman mereka dari pada oran-orang mereka sendiri. Mereka pada umumnya memutlakkan pneumatologi dalam Kisah pararasul dan memproklamasikannya sebagai pneumatologi Perjanjian Baru.
7.      Adanya sikap yang salah yaitu sikap mempertentangkan “yang baru” dan “yang lama” perasaan dengan akal, pengalaman dengan pemikiran, yang rohani dengan jasmani, yang actual dengan historis, pengalaman yang sadar dengan karya tersembunyi dari Roh, yang batiniah dengan yang lahiriah, kesalehan dengan aksi dan lain-lain.
8.      Kritik yang berasal dari pemimpin Pentakosta (karismatik) kepada karismatik sendiri yaitu oleh Donald Gee(1891-1966). Pada tahun 1922 ia menulis kepada kawan-kawannya dari Gerakan karismati: “banyak dari saudara--saudara adalah teolog-teolog yang terdidik dengan latar belakang akademis yang baik. Saya harap, mudah mudahan saudara-saudara susudah menikmati karunia Roh, tidak menjadi fanatik dalam penolakan suadara-saudara terhadap suatu ilmu yang mengetahui batas-batasnya. Mudah-mudahan roh akan menerangi saudara. namun, sayang sekali bahwa kritik yang baik itu tidak mendapat perhatian dari pengikut-pengikut Karismatik. 
Sedangkan menurut Grant Swank membuat lima kelemahan Gerakan baru ini yaitu:[16]
1.      Pendapat yang umum bahwa kaum “Karismatik” mempunyai perasaan kesombongan kerohanian.
2.      Mereka dapat menjadi tidak peka terhadap disiplin Kristen.
3.      Mereka menjadi tidak dapat diajar.
4.      Mereka mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari gereja kalau hal-hal yang terjadi tidak sesuai dengan cara mereka.
5.      Mereka tidak mempunyai masalah dengan “perpindahan gereja” sebagaimana mereka pada umumnya kurang setia terhadap satu jemaat tertentu sehingga tidak ada kejelasan.
2.5.Sumbangan Abineno Gerakan Karismatik
Dalam uraian di atas maka Abineno dapat memberikan sumbangan kepada Gereja dan pelayanannya.
1.      Salah satu pokok yang paling dalam, dalam ajaran Gerakan Karismatik ialah Roh Kudus; bukan hakekatNya (apa itu Roh Kudus) tetapi terutama pekerjaan-Nya dalam hati dan hidup orang-orang percaya dan karunia-karunia yang Ia berikan kepada mereka. Sesuai dengan itu maka pengalaman orang percaya mendapat tempat sentral dalam ajaran itu. Karena Gerakan Karismatik menemukan bahwa dalam Kitab Suci pengalaman lebih dahulu berlansung, baru kemudian disusul oleh refleksi dan interpretasi. Karena itu Ia berkeberatan sama teologia kita. (teologi Gereja) yang lebih mementingkan refleksi dan interpretasi dari pada pengalaman. Keberatan itu perlu diperhatikan karena Karismatik dapat memberikan sumbangan yang penting bagi Teologi kita dan cara berteologi. Tetapi harus meminta kepada gerakan karismatik supaya pengalaman benar-benar diikuti oleh refleksi dan interpretasi. Itu berarti bahwa Karismatik harus berani berteologia. Tanpa teologia Karismatik tidak dapat memberikan sumbangannya sesuai dengan yang kita harapkan.
2.      Yang harus diperhatikan dalam teologia ini ialah sesuai dengan pendapat kita, menghubungkan realitas Roh Kudus yang dialami dengan keseluruhan refleksi iman dari gereja. Itu berarti seluruh teologia Gereja harus diolah kembali. Keuntungannya ialah bahwa dapat menemukan harta-harta terpendam, yang masih terdapat dalam tradisi Gereja yang panjang. Karena itu Gerakan Karismatik mempunyai tugas untuk terus-menerus mengaitkan usahanya pada tradisi teologia dan liturgis dari gereja-gereja itu. Penemuan kembali dari Roh Kudus dari pekerjaan-Nya dalam gereja tidak berarti penolakan tradisi-tradisi tetapi pengolahan secara kritis dari masa silam. Sehingga sebagai gerakan harus memperbaiki kekurangan-kekurangan tertentu dari Gereja. Gerakan Karismatik membutuhkan tradisi yang berabad-abad lamanya dari Gereja. Sebab hanya bantuannya dapat menjelaskan keselurahan berita keselamatan dengan baik.
3.      Pengolahan teologi harus bersifat ilmiah. Karena itu Gerakan Karismatik tidak boleh anti-ilmiah. Itu berarti bahwa teologia harus diusahakan Karismatik harus merupakan imitasi dari teologia Barat (di Eropa dan di Amerika). Artinya teologia yang bukan saja isinya tetapi juga bentuknya sama dengan teologia barat, rasionalistis, abstrak. Namun walaupun cara itu tidak berhasil saat ini. Gerakan Karismatik harus mencari jalan lain di mana mengusahakan suatu cara dan bahasa teologi yang lebih sesuai dengan pengalam-pengalaman pengikutnya.
4.      Ajaran gerakan Karismatik, penghatan iman mendapat tempat sentral. Sayangnya ialah gerakan ini tidak tahu bagaimana penghayatan itu harus diungkapkan. Gerakan karismatik berusaha melakukannya secara Barat artinya memakai alat-alat yang berasal dari kebudayaan barat. Usaha itu tidak berhasil. Karena bukan semua penghayatan iman dapat diungkapkan dengan baik dan jelas dengan perkataan apalagi dalam suatu uraian ilmiah. Ada penghayatan iman yang mungkin lebih baik dapat diungkapkan dalam bentuk nyanyian atau tarian atau lukisan atau cerita dalan lain-lain. Sama seperti dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa mengungkapkan hal-hal yang besar, mulia, dan agung para nabi dan pararasul tidak memakai bahasa ilmiah dengan istilah yang abstrak tetapi kiasan, perumpamaan untuk menyatakan puji-pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan mereka tetapi tidak memakai rumusan teologia yang sulit tetapi nyanyian, mazmur, dan lain-lain. 
2.6.Tokoh-tokoh Karismatik
1.      David J. du Pleasis (1905-1987)[17]
Du Pleasis lahir 1905 di Afrika Selatan di lingkungan kaum Hugenot (protestan) Perancis; mengalami pertobatan versi Injili tahun 1916 dan baptisan Roh tahun 1918 di salah satu gereja Pentakostal di Afrika Selatan, sementara ia dan orang tuanya masih merupakan anggota gereja Reformed Belanda di sana. Hal itu membuat mereka dikeluarkan dari gereja itu itu, karena paham dan gereja Pentakostal dinilai gereja itu bersifat sektarian dan sesat. Selanjutnya Du Pleasis menjadi Pendeta gereja Pentakotal, bahkan menjadi salah satu seorang pemimpin tertingginya kendati tanpa pendidikan teologi formal.  Du Pleasis sering dijuluki Mr. Pantecost, dikenang dan dihormati sebagai tokoh karismatik yang giat di lingkungan gerakan dan organisasi oikumenis sedunia. Kendati ia tetap memahami diri sebagai seorang Pentakostal klasik. Ia berhasil membawa aliran atau gereja-gerja itu keluar dari lingkungannya ekslusif serta membuat mereka mendapat pengakuan dan penghargaan di kalangan gereja-gereja arus utama bahkan ia berjasa membuat aliran pentakostal menjadi kekuatan ketiga di lingkungann gereja setelah GKR dan Prostestan.
Setelah PD II sejak 1947 di Zurich, Swiss diselenggarakan serangkaian Konferensi Pentakostal se-Dunia dan ia dinobatkan salah satu pemimpin utama konferensi itu. Sementara sejak 1949 ia menetap di AS dan menjadi pendeta gereja the Assemblies of God dan mengikuti kegiatan FGBMFI. Pengalaman di keluarkan dalam gereja belanda membuat sakit hati dan kepahitan yang mendalam pada dirinya. Namun secara berangsur Du Pleasis berhasil menumbuhkan persahabatan dengan kalangan gerakan oikumenis yang diprakarsai gereja-gereja arus utama. Pada tahun 1951ia bersaksi kepada Tuhan untuk menghadirkan kesaksian ajarannya kepada para pemimpin WCC/DGD. Dan kesempatan-kesempatan seperti itulah ia memperkenalkan gerekan karismatik atau pentakostalnya. Ia menghadiri Konsili Vatikan II sebagai peninjau lalu menjadi wakil ketua “sekretaris memajukan kesatuan Kristiani” yang merupakan forum dialog antara GKR dengan kalangan Pentakostal/Karismatik. Walaupun ada yang tidak suka dengan kepemimpinannya namun masih ada yang mengakui kepemimpinannya. Dengan itu ia lebih bebas mengembangkan kegiatannya termasuk di kalangan Karismatik yang semakin marak sejak 1960-an.
2.      Agnes Sanford[18]
Angnes Sanford adalah anggota gereja Episkopal dan ordo Santo Lukas yakni terikat yang bersifat inter-deminasioanl (tetapi sebagian besar anggotanya yang berasal dari gereja Episkopal), yang berupaya memajukan pemulihan “praktik penyembuhan rasuli sebagaimana diajarkan dan diperagakan Yesus Kristus”. selama bertahun-tahun Sanford giat melaksanakan pelayanan penyembuhan dan pada tahun 1953 ia mendapat Baptisan Roh dan karunia berbahasa lidah. Sejak waktu itu pun ia berbicara tentang Baptisan Roh dan kepada setiap orang yang ia layani, sambil menyelenggarakan serangkaian konferensi yang bertema “kuasa Roh Kudus bekerja di dalam diri banyak orang untuk member kesembuhan atas penyakit fisik, mental, dan sosial.
3.      Larry Christenson[19]
Christenson sebelumnya telah aktif di dalam Ordo Santo Lukas yang sudah disebut di atas dan mengalami Baptisan Roh setelah melakukan kontak dengan kalangan Pentakostal. Pengalaman Karismanya diperoleh secara teologis menjadi sangat penting dan bermakna karena sebagai salah seorang tokoh gereja Lutheran ia menghubungkan pengalaman ini dengan tradisi dan ajaran Lutheran. Tulisannya sehubungan dengan pengalamannya  menumbuhkan minat dan memberi pengaruh yang besar pada gereja-gereja Lutheran di Jerman. Bahkan ia diundang ke Jerman untuk berbicara tentang hal itu. Pada kesempatan itu Christenson menegaskan bahwa gerakan Karismatik tidak sama dengan kaum fanatik di Jerman abad ke-16 yang dikecam Luther. Kehadiran Christenson digabung dengan benih karismatik yang sudah ada sebelumnya membuat gerakan Karismatik cepat marak di gereja Lutheran di Jerman, terutama di Jerman Timur. Tetapi ada hal yang berbeda dalam Christenson bahwa ia mengatakan kaum Karismatik bersama seluruh gereja juga harus terjun dalam pelayanan dan perbaikan masyarakat dengan meladani Kristus yang menampilkan diri sebagai hamba karena perbaikan masyarakat tidak bisa berlangsung hanya dengan mengandalkan pembaharuan dalam diri pribadi.
2.7.Perkembangan Gerakan Karismatik Di Indonesia
Gerakan Karismatik di Indonesia dimulai pada tahun 1976 dengan diadakannya seminar di Jakarta yang diberikan oleh dua imam Jesuit yaitu P.O’Brien dan P.H. Schneider atas undangan Uskup Agung Jakarta. Sebelumnya sudah terdapat persekutuan-persekutuan doa karismatik yang adalah berpusat pada beberapa bekas suster biara Karmel dari lembang. Kegiatan yang bercorak fundamentalis dan agak di luar Umat Katolik terdapat juga keuskupan Bogor dan Malang. Pada tahun 1977 diadakan seminar pertama di Gedung Sosial, Jakarta dengan tema pokok: “hidup baru dalam roh”. Berkat seminar ini, gerakan karismatik menyebar ke beberapa paroki di Jakarta dan keuskupan-keuskupan lainnya. Pada tahun 1983 MAWI mengeluarkan “pedoman pastoral para Uskup Indonesia mengenai pembaharuan karismatik” supaya gerakan itu berkembang lancar dan berjalan terus. Di tahun-tahun berikutnya kelompok-kelompok persekutuan doa bertumbuh di mana-mana terutama di kota-kota besar di Indonesia.[20]
Masuknya aliran pentakosta Baru atau Karismatik di Indonesia tidak jelas diketahui. Mungkin kira-kira sesudah tahun 1960-an di mana semangat pembaharuan kerohanian dalam bentuk penhayatan baru dari peristiwa Pentakosta dan praktek-pratek karunia rohani (seperti, penyembuhan ilahi, peletakan atau penumpangan tangan, bahasa roh atau glosolalia, nubuat, dan semangat revivalisme lainnya) mulai digemari orang-orang Kristen di Indonesia. sama seperti di Amerika Serikat. Sebenarnya aliran Karismatik di Indonesia pada mulanya lahir di dalam gereja-gereja resmi: anggota jemaat menerima sentuhan dan jamahan Karismatik dari Pentakosta mulai membawa pengaruh kepada anggota jeaat lain. Demikianlah seterusnya sehingga terjadilah kelompok-kelompok kecil yang sering disebut “kelompok Doa”. Kelompok doa pun semakin digemari orang sehingga dengan cepat kelompok-kelompok doa ini tersebar kemana mana di seluruh pelosok tanah air.[21]
Sedang menurut pendapat Z.J. Ngelow bahwa gerakan Karismatik mulai masuk ke Indonesia juga sama dengan pendapat buku Pasaribu tahun 1960-an melalui penginjil-penginjil dari Amerika Serikat dan Eropa tetapi pengaruhnya baru menonjol pada dasawarsa berikutnya. Latarbelakangnya adalah kurang tanggap terhadap kebutuhan rohani warga jemaat. Apabila lagi pada dasawarsa pertama setelah G30S/PKI (1965) di tandai dengan pembangunan nasional oleh pemerintah orde baru yang member tekanan pada pembangunan ekonomi. Pembangunan menimbulkan suatu ketegangan tersembunyi antar agama-agama baik Islam dan Kristen sehingga ada kebingungan dan kekosongan rohani. Orang mencari kepastian dan pegangan hidup tetapi pelayanan gereja berlangsung secara statis seperti sediakal; kurang pengembalaan dan khotbah-khotbah hambar tidak menyentuh hati. Dan faktor-faktor kegagalan gereja lainnya adalah kurang jumlah tenaga-tenaga kerja pelayan gereja, kesulitan keuangan, tiadanya keterkaitan antara pemahaman Injil dengan masalah-masalah jemaat mereka.
Setelah kedatangan Karismatik dengan tampil dalam bentuk kelompok-kelompok doa mengisi kekosongan itu dengan memhadapkan masalah-masalah yang dihadapi saat itu dengan menyala-nyala, tuntutan moral yang serius, persaudaraan yang hangat dan lain-lain. banyak warga jemaat, khususnya golongan menengah dan para pemuda mahasiswa di kota-kota besar terjaring ke dalam kelompok itu. Kemudian juga meluas ke daerah pedalaman. Di perkampungan jika ada warga jemaat yang tersisih dalam jemaat dan karismatik membawanya dan mendoakannya sehingga menjadi anggota mereka.[22]
Pada mulanya kelompok-kelompok doa yang beraliran karismatik ini hanya berupa kegiatan-kegiatan pelayanan Firman Tuhan yang bersifat non-institusional (tidak lembaga). Kegiatan mereka antara lain: persekutuan doa, penelaahan Alkitab (PA), kebaktian keluarga, kebaktian umum, kebaktian kebangunan rohani (KKR), training Alkitab, training of trainers dan lain-lain. Yang penting bagi mereka adalah Firman Tuhan dapat dinikmati secara pribadi. Mereka tidak melihat dan membeda-bedakan organisasi gereja mana pun. Itu sebabnya adnya nyanyian popular mereka mengatakan: “ku tak tau kau dari gereja mana, asalkan beralaskan Kristus, Engkaulah sudara-saudariku marilah kita bekerja sama!”.
Pada perkembangan berikutnya sebahagian dari aliran Karismatik mulai melembagakan segala kegiatan dan pelayanan mereka sementara namun ada sebahagian yang lain masih terus tanpa melembaga, yayasan atau bentuk organisasi lainnya. Bagi yang melembagakan kegiatannya terbentuklah organisasi-organisasi atau yayasan-yayasan yang memilki badan hukum resmi. Mereka mulai membuka perguruan-perguruan atau institusi pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Muncullah Sekolah Tinggi Alkitab, Sekolah Tinggi Teologi, Yayasan Pekabaran Injil. Pada pihak lain banyak di antara lembaga-lembaga penginjilan yang telah berbdan hukum atau yayasan yang mengproklamirkan diri menjadi Gereja-gereja baru. Hal itu terjadi sebahagian karena tuntutan jemaat yang membutuhkan naungan gereja resmi dalam gerak operasionalnya dalam rangka pengembangan pelayanan. Beberapa diantaranya lembaga Persekutuan Doa “I Care” di Medan dikembangkan menjadi Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII); Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) batu Malang dikembangkan menjadi Gereja Pekabaran Injil Indonesia (GPII) kemudian berganti nama menjadi Gereja Missi Injili Indonesia (GMII). Gereja ini lahir di Kalimantan Barat dan kemudian kantor pusatnya pindah ke Jakarta sampai sekarang.[23]
Ciri-ciri Gerakan Karismatik[24]
1.      Mengutamakan gerakan dan karunia serta kuasa Roh Kudus
2.      Bergerak di dalam dan di luar organisasi gereja-gereja resmi
3.      bersifat pribadi-pribadi warga jemaat
4.      Baptisan: menggunakan dua jenis sekaligus: selam dan percik, gereja yang bersifat injili menolak baptisan ulang
5.      Biasanya praktek bahasa roh yang diantara lain: meluap-luap, ekstatik dan ekstrim, nada suara seragam dan berulang-ulang: (bla-bla-bla…dst, Sikkrarabaraba..dst), tumbang dalam roh, muntah-muntah dalam roh, tertawa-tertawa dalam roh, menagis dalam roh, berenang dalam roh.
6.      Bentuk: 1. Persekutuan Doa dan kelompok PA (ada yang berijin dan juga tidak berijin atau illegal).
7.      Pembangunan tempat ibadah ada yang berstatus dan lebih banyak tidak berizin atau liar.
2.8.Ciri khas Pengajaran Gerakan Karismatik[25]
1.      Sejak dahulu sampai sekarang tujuan utama dari gerakan ini adalah protes terhadap gereja yang memberi perhatiannya terhadap perkembangan hidup rohani warga jemaat, bahwa mereka melihat bahwa hidup warga jemaat suam-suam kuku, kaku, tidak bersemangat, loyo dalam menghadapi pergumulan, penyakit dan kuasa Okultisme. Disamping tiu juga mereka mengkritik suasana ibadah yang monoton, tidak bergairah sehingga banyak warga jemaat saat kebaktian banyak yang mengantuk. Sehinggga untuk mengisi kekosongan dan persoalan itu alairan Karismatik tampail meyakinkan di tengah-tengah pergumulan masyarakat.
2.      Menggunakan sistem bedah diri yang cepat. Artinya gerakan ini gencar-gencar melakukan pembinaan-pembinaan rohani, baik terhadap anggota jemaat mereka maupun terhadap jemaat yang berasal dari gereja-gereja lain. Sehingga mereka mengembangkan diri dengan menggunakan sistem sel ke sel yang seterusnya sel-sel itu membedah diri lagi lebih banyak lagi. Mula-mula kegiatan mereka dalam bentuk ibadah, persekutuan-persekutuan kerumah-rumah dan tanpa organisasi yang resmi.
3.      Mengutamakan penghayatan firman Tuhan yang intensif secara pribadi. Mereka tidak perlu menekankan pendidikan teologia yang formal buat para hamba-hamba Tuhan. Bahkan mereka percaya bahwa tafsiran Firman Tuhan yang baik dan benar serta yang diterima dan diakui adalah tafsiran yang langsung dari Roh Kudus. Sehingga Roh Kuduslah yang akan mengajari dan memperlengkapi untuk mengkhotbahkan Firman Tuhan.
4.      Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Dalam hal ini mereka mengumpulkan massa yang sedemikian besar yang sering dilakukan dalam gedung-gedung besar dan lapangan luas. Selain itu dlaam kebaktiannya selalu diikuti dengan “kesaksian” dari pengalaman pribadi sehari-hari yang luar biasa.
5.      Penggunaan Musik modern, Sound sistym. Ciri-ciri karismatik dalam ibadah yang penting adalah alat musik yang modern,termasuk para pemimpin biduan, song leader bersuara kuat dan merdu. Dan hampir semua didukung oleh Sound Sistym yang cangkih dan mantap.
6.       Pokok pengajaran yang menonjol adalah doa dan kuasa doa, bahasa roh, Baptisan ulang, pertobatan pribadi, penompangan tangan dan kuas dan pekerjaan roh kudus (otoritas roh kudus).
2.9.Sikap Gereja Terhadap Gerakan Karismatik[26]
1.      Menghargai dan menganggapnya sebagai Partner
Tidak boleh tidak kita seharusnya memiliki “positif-thinking” terhadap aliran Karismatik. Karena aliran ini memberikan berbagai sumbangan berharga terhadap perkembangan kekristenan dan Kerajaan Allah di dunia ini. Gereja Karismatis telah membuktikan dirinya mampu membawa banyak orang kepada pertobatan, kelahiran baru, dan pengenalan Kristus. namun hanya saja, akibatnya banyak orang memandang aliran ini dengan “miring” atau hanya “sebelah mata”. Kalau kita sadari sebenarnya bahwa karismatik besarnya sumbangan yang diberikan oleh gerakan Karismatis terhadap pengembangan gereja-gereja protestan.
2.      Karismatik mampu mendobrak kelengahan dan kekurangan gereja di bidang kerohanian dan pelayanan. Gerakan ini berhasil menembus dan meluluh-lantakkan tirai tradisionalisme gereja yang kuat, kokoh, dan tebal.
3.      Dalam banyak hal kita akui bahwa terobosan-terobosan yang dilakukan oleh gerakan Karismatis pantas kita “tiru” dan teladani, terutama keteguhan mereka untuk hidup dalam doa, pertobatan pribadi, kerinduan mempelajari bahkan menguasai Firman Tuhan, keberanian menyampaikan berita injil (baik atau tidak baik waktunya) walaupun tidak melalui proses pendidikan teologia yang formal.
4.      Karimatik memanejemen setiap ibadah yang dilakukan: mulai persiapan, latihan bagi hamba-hamba Tuhan yang ambil bagian dalam ibadah, termasuk penataan alat-alat music, sound sistem, pelayan firman Tuhan dan lain-lain.
Untuk melalukan segala sesuatu itu, gereja-gereja yang konvensional tidak boleh menutup mata terhadap kegiatan gerakan Karismatik yang ditata dengan apik oleh “tangan-tangan” terampil. Sehingga gereja-gereja kalau bisa dianjurkan agar mau belajar dari ketertinggalan dan mengintropeksi diri. Mengapa gereja-gereja tidak bisa? Pada hal sumber dayanya memungkinkan. Percayalah sebab gereja-gereja yang tetap dalam status quo dan tidak mau memperbaiki pelayananya akan ketertiggalan jaman dan pada waktunya ketinggalan oleh warganya sendiri. Itu sebabnya banyak di antara warga jemaat yang masih terdaftar dalam gereja HKBP, HKI, GKPI, GBKP, GKPS, GKPA, BNKP dan sejenis tetapi  mereka beribadah setiap minggu dalam gereja yang beraliran Karismatis. Banyak si antara anggota jemaat kita anaknya dipabtis pada gereja pada gereja kita, minta surat keterangan gereja dari pendeta dan juga semua administrasi termasuk di dalamnya tetapi mendapat “nafkah rohani” dari gereja Karismatis termasuk persembahan, sumbangan-sumbangan lainnya mereka serahkan ke kantong-kantong gerakan Karismatis.
Oleh karena itu, gereja menyadari betul keadaan dan ancaman berat gereja yang dihadapi. Oleh karena jangan mengeluh oleh dobrakan-dobrakan karismatik tetapi yang perlu gereja perhatikan bahwa alangkah ironisnya apabila satu persatu domba-domba Allah yang dipertanggungjawabkan Allah kepada gereja arus utama meninggalkan gereja lalu memasuki aliran Karismatik. Sehingga oleh karena kebodohan, kelemahan, ketidaksiapan gereja memperbaharui diri sendiri. Sehingga perlu gereja-gereja mengevaluasi gerejanya.  

2.10.              Analisa Penyeminar
Jika kita ikuti sejarah munculnya Gerakan Karismatik bermula dari akibat kelalaian gereja-gereja dalam pelayanan. Karena gerakan ini seharusnya menyadarkan gereja-gereja untuk lebih tanggap terhadap kebutuhan rohani jemaat, terutama dalam mengarahkan mereka menghadapi berbagai perubahan dalam masyarakat baik oleh pengaruh perkembangan global. Dari sejarah ini kita belajar dan perlu mengkoreksi sejauh mana kepuasan pelayanan gereja-gereja saat ini dan akibat kegagalan itulah berakibat munculnya gerakan-gerakan alternatif. Sebagaimana karismatik menawarkan suatu corak keagamaan yang konservatif. Dan inilah menjadi kritik kepada gereja-gereja saat ini. dan itula
h yang juga disampaikan J.L Abineno di mana gereja juga perlu mengoreksi apa yang kurang dan apa yang harus diperbaiki.
Tetapi ajaran-ajaran gerakan Karismatik mengenai Roh, bahasa lidah sebagai alat komunikasi sempurna dengan Allah, pemakaian Alkitab tanpa doktrin atau teologi, penyembuhan ilahi dan sebagainya, tidak membuka presfektif baru bagi fungsi gereja dalam masyarakat tetapi semakin mempersulit gereja tanpa menempuh jalan yang baik. Gerakan ini semakin membawa manusia ke dalam suatu keberagaman “vertical” saja dengan ritual-ritual agama. Padahal manusia menghadapi masalah-masalah sosial yang memerlukan perhatian bukan hanya baptisan Roh dan bahasa Lidah, melainkan pelayanan Kasih. Pada gerakan Karismatik lebih kepada membangun rohani dan penyembuhan ilahi tetapi apa yang dilihat disampingnya belum tentu tidak mempunyai permasalahan sosial (kemiskinan, pengangguran, penindasan dan lain-lain) sehingga mereka memerlukan terapi sosial yang tidak hanya dapat dilakukan dengan doa yang berapi-api.
Penyeminar melihat, Abineno juga mengarahkan kita dalam masalah itu. Terkhusus dengan konteks Indonesia dewasa ini memerlukan gerakan-gerakan Fungsional bukan lagi jenis ritual individual melainkan lebih kepada tekanan etik sosial sehingga gerakan Karismatik itu haruslah kontekstual dan terbuka terhadap hubungan dialogis dengan agama-agama lain. sehingga penyeminar melihat bahwa gerakan Karismatik tidak dapat diandalkan untuk inklusif.
2.11.        Refleksi Bagi Gereja Masa Kini
  Dengan munculnya “Gerakan Karismatik” menjadi refleksi bagi gereja-gereja arus utama terkhusus gereja-gereja disekitar kita HKBP, HKI, GBKP, GKPS, GKPI, GKI Sumut dan lain-lain. Berdasarkan sejarah perkembangannya di Indonesia bahwa gagalnya gereja-gereja menjawab dan menyentuh jemaatnya dan pelayanan yang kurang memberikan motivasi hidup dan sifatnya statis atau monoton. Selain itu  faktor-faktor kegagalan gereja lainnya adalah kurang jumlah tenaga-tenaga kerja pelayan gereja, kesulitan keuangan, tiadanya keterkaitan antara pemahaman Injil dengan masalah-masalah jemaat mereka. Apa yang juga dikatakan Abineno bahwa kelemahan gereja terletak disitu kurang berani membuat suatu terobosan-terobosan baru.
Jadi sangat perlu juga gereja-gereja kita melihat keadaan itu tanpa mengubah makna ibadah itu. Tetapi caranya mungkin lebih suasana yang lebih mendukung kebutuhan jemaat. Dan kalau bisa gereja harus dibekali dalam pendampingan pastoral sehingga gereja bukan hanya khotbah di altar saja melainkan ikut merasakan keadaan jemaat dan tahu dengan perkembangan jemaatnya. Di samping itu yang perlu di lihat sebagai perbandingan dengan Karismatik bahwa karismatik yang kurang memperhatikan tindakn-tindakan sosial sehingga perlu gereja-gereja kita tidak ikut dalam arus karismatik. Sehingga apa yang sudah dikembangkan gereja-gereja kita saat ini hendaklah dikembangkan terkhusus dalam masalah-masalah krisis sosial sehingga nyata bahwa gereja bukan sekedar lembaga tetapi melayani seperti yang diajarkan alkitab menjadi “garam dan terang dunia”.
III.             Kesimpulan 
              Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Abineno mengatakan bahwa munculnya Gerakan Karismatik karena umat gereja dilanda Sekularisasi yang telah mendepersonalisasikan manusia (membuat manusia kehilangan kepribadian), sekaligus mengikis nilai-nilai sacral dan keyakinan akan adanya kekuatan-kekuatan adi-kodrati (supernatural) dalam kehidupan sehingga menggantikannya dengan nilai-nilai dan kekuatan ilmu dan teknologi yang sangat rasional. Menurut Abineno bahwa mengetahui sejarah Karismatik kita uraikan dahulu konteks hidup beragama dan berteologi di Barat yang memicu munculnya Karismatik, sebagai berikut: Mulai tahun 1350 hingga 1550 Gereja Kristen menghadapi zaman baru yang disebut ‘renaisance” yakni kemajuan yang pesat segala bentuk ilmu pengetahuan, budaya, seni, dan filsafat. Zaman renaissance membawa perkembangan dalam segala aspek hidup manusia. Renaissance mengiring manusia kepada Humanisme bertaraf tinggi dengan mengagumkan otonomisasi kemanusiaan, hingga tiba pada berbagai revolusi di bidang teknologi dan industri modern. Masa cemerlangnya kemanusiaan itulah yang disebut dengan “abad pencerahan”. Masa pencerahan yang berpuncak pada abad 16 hingga abad 19 menimbulkan pengaruh besar dalam cara berpikir manusia sehinga menjauhkan hal-hal yang tidak masuk akal apalagin mengenai ceita-cerita di Alkitab.
              Dan banyak hal-hal yang dikritisi Abineno mengenai Karismatik bahwa ia menyatakan bahwa sebagai gerakan karismatik yang muncul sebagai pengoreksian gereja-gereja arus utama namun bukan memperbaiki kelemahan itu tetapi semakin memperparah, bahwa penghatan iman mereka yang bersifat pribadi menjadi penghatan iman bersama, dan lain-lain. kemudian Abineno bukan hanya mengkritisi Karismatik melainkan ia juga memberikan saran-saran dan sumbangan-sumbangan seperti Sesuai dengan itu maka pengalaman orang percaya mendapat tempat sentral dalam ajaran itu namun Karena Gerakan Karismatik menemukan bahwa dalam Kitab Suci pengalaman lebih dahulu berlansung, baru kemudian disusul oleh refleksi dan interpretasi. Karena itu Ia berkeberatan sama teologia kita. (teologi Gereja) yang lebih mementingkan refleksi dan interpretasi dari pada pengalaman. Keberatan itu perlu diperhatikan karena Karismatik dapat memberikan sumbangan yang penting bagi Teologi kita dan cara berteologi. Tetapi harus meminta kepada gerakan karismatik supaya pengalaman benar-benar diikuti oleh refleksi dan interpretasi. Itu berarti bahwa Karismatik harus berani berteologia. Tanpa teologia Karismatik tidak dapat memberikan sumbangannya sesuai dengan yang kita harapkan, dan lain-lainnya.
IV.      Daftar Pustaka
Abineno, J.L, Gerakan Pentakosta dan Gerakan Pentakosta Baru-Gerakan Karismatika” dalam Gerakan Karismatik, Apa Itu?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982
Aritonang ,Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Berkhof, H.& I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Collins, Gerald O’& Edward G. Farrugia, Kamus Teologi,Yogyakarta: Kanasius, 1996
End, Th.van den, Ragi Cerita II, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Gentz, William H, The Dictionary of The Bible and Religion, Nashville: Abingdon, 1986
Pasaribu, Rudolf, Penjelasan Lengkap Iman Kristen, Jakarta: PT.Atalya Rileni Sudeco, 2001
Samuel, Wilfred J., Kristen Karismatik, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
SJ, A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid I:A-G, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989
Sumber lain:
http://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_Ludwig_Chrisostomus_Abineno, diakses Selasa 18 Maret 2014, Pukul 08.00 Wib





[1] Gerald O’Collins & Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanasius, 1996), 127
[2] H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 331
[3] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 196
[4] Ibid, 181
[5] Th.van den End, Ragi Cerita II (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008 ), 493
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_Ludwig_Chrisostomus_Abineno, diakses Selasa 18 Maret 2014, Pukul 08.00 Wib
[7] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I:A-G (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989), 339
[8] Rudolf Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen (Jakarta: PT.Atalya Rileni Sudeco, 2001), 225-226
[9] Ibid, 226
[10] Ibid, 227
[11] Ibid, 228-228
[12] William H Gentz, The Dictionary of The Bible and Religion, (Nashville: Abingdon, 1986), 190
[13] J.L Abineno, Gerakan Pentakosta dan Gerakan Pentakosta Baru-Gerakan Karismatika” dalam Gerakan Karismatik, Apa Itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 279
[14] Ibid, 279-281
[15] Ibid, 290-291
[16] Wilfred J. Samuel, Kristen Karismatik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 49
[17] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, 200-201
[18] Ibid, 201
[19] Ibid, 205
[20] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I:A-G, 340
[21] [21] Rudolf Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen, 234
[22]Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, 214
[23] Rudolf Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen¸234-236
[24] Ibid, 239
[25] Ibid, 240-242
[26] Ibid, 250-254

1 komentar: